Memilih yang Terbaik dari yang Terburuk: Sebuah Refleksi untuk Samosir

 PARDOMUANSITANGGANG.COM - Samosir, sebuah daerah yang kaya akan budaya dan keindahan alam, kini tengah dilanda pergolakan dalam

dunia politik. Pemilihan kepala daerah yang akan datang tidak hanya menjadi ajang perebutan kekuasaan, tetapi



juga momen bagi masyarakat untuk menilai masa depan mereka. Namun, seperti yang diungkapkan oleh Mas

Ru Sitanggang dalam tulisannya, banyak orang yang masih terjebak dalam politik uang, di mana bantuan sembako

dan sumbangan lainnya menjadi alat untuk meraih simpati. Ini adalah fenomena yang tak bisa dihindari,

seolah-olah siapa yang memberi lebih besar, maka dialah yang akan menang.


Penyebab utama dari fenomena ini, menurut Mas Ru, adalah karena kedua pasangan calon bupati tidak memiliki program yang jelas. Mereka hanya mengandalkan jargon-jargon kosong seperti “lanjutkan” atau “energi baru,” yang tidak memberikan kejelasan mengenai apa yang sebenarnya akan dilakukan untuk Samosir. Masyarakat pun merasa kebingungan, karena janji-janji yang ada tidak pernah terwujud dalam bentuk yang konkret. Salah satu contoh yang disorot adalah tentang petani di Samosir yang hanya menerima janji-janji dan bantuan seadanya, tanpa adanya program nyata untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.

Samosir yang seharusnya berkembang pesat, justru masih terperangkap dalam kondisi jalan berlubang dan

lahan yang terbengkalai. Di tengah kekurangan infrastruktur yang memadai, warga hanya dihibur dengan

bantuan sementara dan retorika politik yang tidak berdampak pada perubahan nyata. Bahkan, saat petani menanti

janji tentang pupuk gratis dan bantuan lainnya, kenyataannya mereka hanya mendapatkan janji-janji kosong yang

tidak pernah diwujudkan. Jargon



lanjutkan menjadi seolah-olah satu-satunya pilihan yang ditawarkan, namun tidak ada pembaruan yang terlihat.

Mas Ru menyatakan bahwa pilihan-pilihan yang ada untuk Samosir saat ini seolah-olah merupakan pilihan antara

yang buruk dan yang lebih buruk lagi. Setiap calon bupati tampaknya lebih fokus pada pencitraan dan menarik

dukungan melalui bantuan sementara, bukan dengan menciptakan kebijakan yang dapat mendorong perubahan

positif dalam jangka panjang. Masyarakat pun terperangkap dalam lingkaran ini, memilih yang terbaik dari yang

terburuk tanpa ada pilihan yang benar-benar membawa harapan.

Kondisi ini sangat memprihatinkan, karena seharusnya, sebuah daerah seperti Samosir memiliki potensi besar untuk

berkembang, baik dalam bidang pertanian, pariwisata, maupun infrastruktur. Namun, kedua calon bupati seolah-

olah tidak memahami apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Tidak ada yang serius membicarakan tentang

pengelolaan sumber daya alam atau pengembangan potensi lokal yang ada. Bahkan masalah kekurangan air di

beberapa wilayah Dolok di Samosir pun tidak pernah masuk dalam agenda pembahasan.

Mengandalkan Danau Toba sebagai ikon pariwisata memang sah-sah saja, tetapi itu hanya solusi sementara.

Meskipun Jembatan Tano Ponggol, WFC, dan Sibea-bea mampu menarik perhatian wisatawan, ini semua hanya

akan bertahan untuk waktu yang terbatas. Jika tidak ada inovasi dan pengembangan yang berkelanjutan, daya

tarik Samosir akan semakin memudar. Namun, kedua calon bupati ini seolah tidak melihat masalah ini dengan

serius.

Masyarakat Samosir seharusnya memiliki pemimpin yang tidak hanya berbicara dengan jargon kosong, tetapi

yang memiliki visi dan misi yang jelas untuk memperbaiki kondisi daerah mereka. Mereka membutuhkan pemimpin

yang memahami masalah yang dihadapi oleh petani, yang tahu cara mengelola sumber daya alam dengan

bijaksana, dan yang mampu menciptakan peluang kerja serta kesejahteraan bagi masyarakat. Sayangnya, kedua

calon ini lebih banyak menghabiskan waktu untuk saling menyerang dan mempromosikan diri, tanpa ada program

konkret yang ditawarkan.



Di tengah kebingungan ini, masyarakat Samosir hanya bisa berharap bahwa mereka dapat memilih dengan bijak.

Mereka dihadapkan pada pilihan yang sulit, namun satu hal yang pasti: mereka ingin yang terbaik untuk masa

depan daerah mereka. Hanya dengan memilih pemimpin yang benar-benar peduli pada rakyat dan memiliki

integritas, Samosir dapat keluar dari kondisi stagnasi ini dan menuju arah yang lebih baik.

Namun, jika kedua calon ini terus menerus mengandalkan politik uang dan mengabaikan kebutuhan nyata

masyarakat, maka Samosir akan terus berada dalam lingkaran kebuntuan. Kemenangan dalam pemilu tidak

akan membawa perubahan yang diinginkan, hanya akan memperpanjang penderitaan rakyat yang telah lama

terpinggirkan.



Oleh karena itu, Mas Ru Sitanggang menegaskan bahwa sudah saatnya masyarakat Samosir menyadari

pentingnya memilih dengan akal sehat. Jangan terjebak dengan janji-janji manis yang hanya berfokus pada

kepentingan sesaat. Pilihlah pemimpin yang benar-benar memperhatikan kebutuhan rakyat dan memiliki komitmen

untuk membuat perubahan nyata di Samosir.



Pada akhirnya, pemilihan bupati ini bukan hanya tentang siapa yang paling banyak memberi atau siapa yang paling

pandai beretorika. Ini adalah tentang memilih seseorang yang akan membawa Samosir menuju masa depan yang

lebih baik, yang akan memperbaiki jalan berlubang, mengatasi kekurangan air, dan memberikan program yang

nyata bagi kesejahteraan masyarakat.



Samosir membutuhkan pemimpin yang berani berpikir jangka panjang, yang tidak hanya melihat kepentingan

sesaat, tetapi juga yang mampu merancang kebijakan yang akan bermanfaat bagi generasi mendatang. Ini adalah

saat yang krusial bagi Samosir untuk menentukan arah masa depan mereka.

Jika kedua calon bupati ini terus mengabaikan kebutuhan nyata masyarakat dan hanya mengandalkan bantuan

sementara, maka Samosir akan terus terjebak dalam stagnasi. Namun, jika masyarakat dapat memilih dengan

bijak, memilih yang terbaik dari yang terburuk, maka Samosir masih memiliki kesempatan untuk bangkit dan

berkembang.



Post a Comment

0 Comments