PARDOMUANSITANGGANG.COM - Dalam sesi diskusi yang berlangsung di Universitas Negeri Medan (Unimed), Sarifuddin, seorang guru dari Madrasah Aliyah Negeri 4 Medan, menyampaikan sejumlah pertanyaan terkait dengan pendidikan dan program makan siang gratis yang digagas oleh pemerintah. Diskusi yang dihadiri oleh para narasumber, termasuk Profesor Dr. Sawal Gultom dan Anggota DPR RI Muhammad Husni, ini juga membuka kesempatan bagi guru untuk menyuarakan pendapat mereka mengenai kondisi pendidikan saat ini.
Sarifuddin mengawali curahannya dengan merujuk pada pandangan tokoh pendidikan besar, Ki Hajar Dewantara, yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan budi pekerti dan karakter anak. Ia menyoroti fenomena tingginya angka pengangguran di kalangan lulusan perguruan tinggi, meskipun banyak dari mereka memiliki gelar S1 dan S2. "Kenapa pendidikan ini begitu hancur?" tanya Sarifuddin, merujuk pada kenyataan bahwa meskipun banyak kurikulum yang diterapkan, seperti KTSP hingga Kurikulum Merdeka, dampaknya terhadap pengurangan pengangguran dan perbaikan karakter siswa tampak minim.
Sarifuddin meminta Profesor Sawal Gultom untuk memberikan pandangan tentang bagaimana mendesain sistem pendidikan yang tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter yang baik pada siswa, sehingga mengurangi korupsi yang sering melibatkan individu berpendidikan tinggi.
Kemudian, Sarifuddin mengalihkan perhatian kepada Bang Husni, Anggota DPR RI, untuk menanyakan mengenai dukungan terhadap madrasah yang ia ajar. Ia mengungkapkan bahwa Madrasah Aliyah Negeri 4 Medan belum menerima bantuan dari kementerian terkait, selain dari APBD Kota Medan untuk pembangunan gedung. Sarifuddin berharap bantuan pendidikan bisa segera direalisasikan, mengingat besarnya anggaran pendidikan yang ada di Indonesia.
Tak hanya itu, Sarifuddin juga mengkritisi program makan siang gratis bagi siswa yang tengah dilaksanakan oleh pemerintah. Ia menyebutkan bahwa meskipun program tersebut bertujuan untuk membantu siswa yang kekurangan gizi, terkadang kualitas makanan yang diberikan tidak memadai, seperti nasi yang sudah keras dan lauk yang tidak selalu sesuai dengan harapan. Sarifuddin mengusulkan agar alokasi dana untuk makan siang ini lebih baik diberikan dalam bentuk uang yang dapat digunakan secara fleksibel oleh orang tua siswa untuk memenuhi kebutuhan makan anak-anak mereka.
Diskusi ini menyoroti berbagai isu penting dalam dunia pendidikan, termasuk bagaimana memperbaiki kualitas pendidikan dan mendukung kesejahteraan guru serta siswa. Sarifuddin menutup sesi dengan harapan agar pemerintah dapat lebih memperhatikan kualitas pendidikan dan program-program yang mendukung siswa dan guru di seluruh Indonesia.
Diskusi tentang Pendidikan dan Kesejahteraan Guru di Unimed
Dalam sesi diskusi yang berlangsung di Universitas Negeri Medan (Unimed), para peserta, termasuk guru-guru dari berbagai jenjang pendidikan, diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan terkait isu-isu pendidikan dan kesejahteraan guru. Acara ini dihadiri oleh para narasumber terkemuka, termasuk Profesor Dr. Sawal Gultom, Anggota DPR RI Muhammad Husni, dan Rektor Unimed.
Salah satu peserta, Sarifuddin, menyampaikan pertanyaan mengenai pendidikan dan peranannya dalam mengurangi pengangguran. Dia menyoroti pentingnya pendidikan yang tidak hanya mengajarkan pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter dan sikap yang baik pada generasi muda, terutama di tengah maraknya kasus korupsi yang melibatkan orang-orang berpendidikan tinggi. Sarifuddin berharap pemerintah dapat memperbaiki kurikulum untuk memberikan dampak positif terhadap siswa.Pertanyaan berikutnya datang dari Windy Yulia Rusiana, seorang guru SD di Medan. Windy menyoroti pentingnya keseimbangan antara pengetahuan dan sikap dalam pendidikan dasar. "Idealnya, pendidikan itu terdiri dari 80% sikap dan 20% pengetahuan serta keterampilan. Namun, untuk pendidikan SD, sikap dan keterampilan sering kali kurang diperhatikan," ujarnya. Ia meminta solusi untuk meningkatkan penekanan pada pembentukan sikap dan keterampilan pada siswa-siswa sekolah dasar.
Setelahnya, pertanyaan datang dari Siti Khadijah, seorang guru ekonomi di Madrasah. Ia menanyakan tentang pengintegrasian nilai-nilai agama dalam kurikulum pendidikan ekonomi di Madrasah. Menurutnya, kurikulum pendidikan ekonomi yang diterapkan di Madrasah masih sama dengan yang ada di SMA, tanpa memasukkan nilai-nilai Islam. Siti berharap agar ke depannya ada pembaharuan kurikulum yang lebih relevan dengan nilai-nilai Islam.
Selain itu, Siti juga menanyakan lebih lanjut mengenai rencana pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan guru, khususnya terkait dengan gaji tambahan satu kali lipat gaji pokok. Ia mengungkapkan bahwa dirinya sudah menerima tambahan gaji sebagai guru yang sudah bersertifikasi, tetapi ingin mengetahui lebih lanjut apakah guru yang sudah bersertifikasi atau guru di sekolah swasta juga akan mendapatkan peningkatan gaji.
Menanggapi pertanyaan-pertanyaan tersebut, Profesor Sawal Gultom dan Muhammad Husni memberikan penjelasan. Mereka menggarisbawahi pentingnya perubahan dalam sistem pendidikan yang berfokus pada peningkatan kualitas moral dan intelektual siswa. Selain itu, terkait dengan kesejahteraan guru, mereka memastikan bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah diharapkan dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi para pendidik di Indonesia, termasuk penambahan gaji dan dukungan terhadap kurikulum yang lebih relevan dengan nilai-nilai agama.
Diskusi ini menunjukkan betapa pentingnya pendidikan yang tidak hanya mengutamakan pengetahuan, tetapi juga pengembangan karakter dan kesejahteraan guru. Para peserta berharap agar kebijakan-kebijakan pendidikan yang ada dapat berjalan dengan baik dan membawa dampak positif bagi seluruh elemen pendidikan di Indonesia.
Diskusi Pendidikan dan Potensi Korupsi dalam Program Makan Gratis
Dalam sebuah acara yang digelar di Universitas Negeri Medan (Unimed), Drus H. Syahrial, seorang alumni yang juga mengenyam pendidikan di Universitas Medan dan Universitas Negeri Padang, mengungkapkan pandangannya mengenai dunia pendidikan Indonesia serta program makan gratis yang diterapkan oleh pemerintah.
Drus, yang juga seorang akademisi dengan gelar M.Pd.T, memberikan apresiasi terhadap penjelasan yang disampaikan oleh Profesor Dr. Sawal Gultom, yang dianggapnya sangat cerdas dan inspiratif. Drus membandingkan kemajuan dunia pendidikan Indonesia dengan perkembangan sepak bola yang dipimpin oleh Erick Thohir. Menurutnya, jika pendidikan di Indonesia dapat dikelola dengan cara yang sama seperti Erick Thohir mengelola sepak bola, maka pendidikan Indonesia dapat mengalami lonjakan signifikan.
Drus memberikan contoh bagaimana negara-negara seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam yang dulunya berada di bawah Indonesia, kini justru berada di atas. Hal ini disebabkan oleh pengelolaan yang lebih baik, seperti yang dilakukan oleh Erick Thohir dalam dunia sepak bola. Ia pun mengusulkan agar dunia pendidikan Indonesia dibuka lebih lebar untuk lembaga pendidikan internasional, yang akan menciptakan persaingan sehat dan akhirnya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Selanjutnya, Drus menyampaikan keprihatinannya terhadap program makan gratis yang saat ini dijalankan oleh pemerintah. Ia mengingatkan agar program tersebut tidak membuka celah untuk praktik korupsi. Drus menekankan pentingnya pengawasan yang ketat dalam pelaksanaan program makan gratis, terutama terkait dengan pengadaan makanan yang diserahkan kepada pihak ketiga, seperti restoran. Menurutnya, hal ini bisa menimbulkan peluang korupsi, seperti yang dikemukakan oleh Yusuf Hamka, yang memperingatkan potensi penyalahgunaan dalam sistem pengadaan makanan.
Drus juga memberikan peringatan agar tidak ada pihak yang mengambil keuntungan dari program ini, seperti restoran yang mungkin memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Ia khawatir hal ini akan berdampak buruk pada industri kuliner lokal, khususnya restoran rumah makan Padang yang banyak tersebar di Medan, yang bisa terancam bangkrut jika terjadi pembatasan pada pengadaan makanan gratis.
Dengan tegas, Drus menutup pernyataannya dengan harapan agar program makan gratis ini tidak disalahgunakan dan bisa benar-benar memberikan manfaat kepada anak-anak yang membutuhkan tanpa merugikan pihak lain. Ia juga berharap agar kebijakan pendidikan di Indonesia dapat terus berkembang, menciptakan persaingan yang sehat dan menghasilkan generasi yang berkualitas.
Tantangan Pendidikan di Era Gadget dan Dampaknya Terhadap Generasi Muda
Dalam sebuah diskusi yang berlangsung di Universitas Negeri Medan (Unimed), Dr. Anus Marwanin, seorang pendidik yang telah mengajar selama puluhan tahun, mengungkapkan keprihatinannya terhadap dampak negatif gadget, terutama dalam perkembangan generasi muda di Indonesia. Menurutnya, penggunaan gadget yang berlebihan, terutama untuk bermain game, telah merusak pola pikir anak-anak dan mengalihkan perhatian mereka dari hal-hal penting seperti belajar dan pengembangan karakter.
Dr. Marwanin menyoroti bahwa anak-anak sekarang lebih fokus pada game dan aplikasi hiburan lainnya, yang mengisi pikiran mereka dengan "file" yang tidak bermanfaat, seperti perangkat lunak permainan, tanpa memberi ruang bagi pengetahuan atau nilai-nilai agama. Dia menggambarkan fenomena ini sebagai keadaan yang lebih berbahaya daripada narkoba, karena penggunaan gadget tidak memiliki batas waktu dan bisa dilakukan kapan saja, bahkan sepanjang malam.
Lebih lanjut, Dr. Marwanin mengungkapkan rasa cemasnya bahwa jika masalah ini tidak segera ditangani, Indonesia akan menghadapi masa depan yang gelap. "Ini sudah stadium 4. Kalau ini enggak cepat dibahas, Indonesia bisa hancur. Indonesia hanya akan menjadi mimpi belaka, tanpa pemainnya," ujarnya dengan tegas. Dia menekankan pentingnya tindakan cepat dalam mengatasi masalah ini, agar generasi muda yang terpengaruh oleh kecanduan gadget bisa kembali fokus pada pendidikan dan pembentukan karakter.
Dia juga mengingatkan para pendidik yang hadir untuk lebih memperhatikan perkembangan mental dan fisik siswa di luar pendidikan formal. "Bagaimana kita mengajarkan orang-orang yang berkarakter, jika mereka sudah dibanjiri oleh pengaruh gadget yang merusak?" tambahnya.
Keprihatinan Dr. Marwanin ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi dunia pendidikan saat ini, di mana teknologi dapat menjadi pedang bermata dua—mempermudah akses informasi tetapi juga berisiko merusak kualitas generasi muda jika tidak digunakan dengan bijak.
0 Comments
Terimakasih