Contextual Teaching And Learning didasarkan pada filosofi bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Konsep belajar yang mengaitkan antara materi yang diajar dengan situasi dunia nyata siswa perlu dilakukan guru (Depdiknas, 2002: iii).
Lingkungan belajar yang diciptakan sangat menentukan keberhasilan belajar siswa. Dengan menciptakan situasi belajar yang alamiah, siswa diajak mengetahui dan mengalami sendiri apa yang diajar, pengetahuan itu akan lama melekat pada benak siswa. Apa yang diajar oleh guru sudah sepatutnya dikaitkan dengan lingkungan dunia nyata, dunia kehidupan siswa sebagai anggota keluarga dan sebagai anggota masyarakat. Siswa diupayakan bekerja dan mengalami sendiri apa yang dipelajari dan bukan dilakukan dengan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Materi yang dipelajari siswa perlu diketahui gunanya, manfaatnya, tujuannya, sehingga mereka merasa bahwa materi tersebut berguna bagi kehidupan mereka nanti. Tanpa diberitahukan semua hal tersebut, siswa akan merasa awam terhadap apa yang mereka sedang pelajari dan tidak akan ada upaya guru untuk memotivasi keperluan materi tersebut.
Knowledge is constructed by humans. Knowledge is not a set of facts, concepts, or laws waiting to be discovered. It is not smothing that exists independent of a knower. Humans create or construct knowlwdge as they attempt to bring meaning to their enperience. Everything that we know, we made (Zahorik, 1995 dalam Depdiknas, 2002: 3). Apa yang perlu disampaikan pada cuplikan ini adalah bahwa pengetahuan itu dibangun sendiri oleh manusia bila manusia ingin pengetahuan itu memiliki arti. Pengetahuan itu mesti dialami sendiri.
Dari beberapa gambaran tentang cuplikan di atas ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam pendekatan kontekstual yaitu: 1) belajar diupayakan dengan cara agar siswa mengetahui sendiri apa yang dipelajari, 2) pengetahuan merupakan keterampilan yang dapat diterapkan, 3) siswa diupayakan agar menemukan sesuatu yang berguna baginya, 4) pengetahuan dan keterampilan diperluas dari yang terbatas menjadi yang sempurna, 5) peran guru adalah sebagai pembantu, fasilitator, mengupayakan pembelajaran yang kooperatif dan kolaboratif, pemberi informasi, membantu mengaitkan antara materi yang diajar dengan situasi dunia nyata siswa, mendorong menghubungkan antara pengetahuan yang telah dimilikinya dengan penerapan pada kehidupan sehari-hari.
Contextual Teaching And Learning merupakan landasan filosofi konstruktivisme. Dalam belajar menggunakan filosofi konstruktivisme ada 5 elemen belajar yang penting untuk diketahui. 5 elemen tersebut juga merupakan elemen dalam praktek pembelajaran kontekstual (Zahorik, 1995: 14 – 22 dalam Depdiknas, 2002: 7) yaitu: 1) pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, 2) pemerolehan pengetahuan baru dengan cara mempelajari secara keseluruhan dahulu, kemudian memperhatikan detailnya, 3) pemahaman pengetahuan yaitu dengan cara menyusun konsep sementara (hipotesis), melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas tanggapan tersebut dilakukan revisi dan dikembangkan, 4) mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut, 5) melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
Contextual Teaching And Learning terdiri dari 7 komponen yaitu: 1) konstruktivisme (membangun), 2) inkuiri, 3) questioning, 4) masyarakat belajar, 5) pemodelan, 6) refleksi dan 7) penilaian yang sebenarnya, dalam penerapan pengajaran yang dilakukan oleh guru mesti mengupayakan agar semua bagian-bagian tersebut tercakup dalam proses pembelajaran mengingat juga bahwa dalam Contextual Teaching And Learning ada 5 elemen belajar yang penting seperti sudah disampaikan pada paragraf di atas maka langkah-langkah pengajaran yang bisa dilakukan guru di dalam kelas adalah:
Memulai dengan pengaktifan pengetahuan yang telah dimiliki siswa, dalam hal ini tentu saja guru bisa berceramah dalam kaitan dengan unsur Contextual Teaching And Learning yang pertama yaitu construktivisme.
Setelah itu bahan dibagikan dan dipelajari/dikonstalasi oleh siswa, sambil tidak perlu guru melepaskan kesempatan tanya jawab dan tanya jawab (questioning) terus bisa diupayakan selama proses pembelajaran berlangsung dan terus bisa diterapkan hampir pada semua aktivitas belajar (Depdiknas, 2002: 14). Pada saat menemukan (inquiry) ini juga bisa diupayakan pembelajaran kooperatif dan kolaboratif yaitu learning community. Kegiatan dari elemen Contextual Teaching And Learning kedua ini perlu memperhatikan pendapat Zahorik yang dipetik oleh Depdiknas yaitu konstruksi pengetahuan secara keseluruhan dahulu, kemudian memperhatikan detail dari materi yang diberikan.
Langkah guru selanjutnya yang merupakan elemen penting dari Contextual Teaching And Learning tentang pemahaman pengetahuan, setelah konsep sementara ada pada pengetahuan mereka dikemukakan, kemudian ditanggapi oleh siswa lain kemudian guru merevisi apa-apa yang belum benar lalu dikembangkan untuk menjadi pengetahuan baru. Pada saat kegiatan ini dilakukan masuklah unsur-unsur Contextual Teaching And Learning yang lain yaitu refleksi, pemodelan (modeling), refleksi dan penilaian proses. Dari kegiatan tanya jawab yang dilakukan pada proses pembelajaran itu guru sudah bisa melakukan penilaian proses, walaupun penilaian akhirnya belum dilakukan. Pada langkah yang ketiga ini sudah juga bisa dimasukkan elemen penting yang keempat dari Contextual Teaching And Learning yaitu mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman yang didapat termasuk elemen penting yang kelima yaitu melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut. Dalam pemodelan (modeling) guru boleh menghadirkan ke kelas: tokoh-tokoh, olahragawan, dokter, perawat, tukang, petani, pengurus organisasi, polisi, tukang kayu, dsb (Depdiknas, 2002: 164) atau temannya sebagai sumber belajar serta guru sebagai sumber belajar. Dalam refleksi guru mengupayakan siswa berpikir ulang terhadap apa yang sudah diketahui, guru membantu menghubungkan antara pengetahuan sebelumnya dengan pengetahuan baru didapat dengan cara bertanya, meminta kesan, saran, menata hasil karya, dll.
Langkah yang terakhir adalah penilaian yang dalam hal ini penilaian tersebut adalah penilaian yang sebenarnya (authentic assesment). Penilaian yang dilakukan adalah penilaian akhir seperti pemberian tes, bisa tes tulis atau tes tidak tertulis, tes uraian (essay) atau tes objektif.
Contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berbasis Contextual Teaching And Learning (CTL) dapat dilihat di bawah ini. Penekanannya adalah pada skenario pembelajaran yang mesti diupayakan mengingat langkah-langkah pembelajaran yang tepat dengan mengupayakan semua komponen Contextual Teaching And Learning dapat dilakukan.
CONTOH
RENCANA PEMBELAJARAN BERBASIS CTL
Topik/Kegiatan : Mendeskripsikan Benda Misteri
Kompetensi Dasar : Menulis Paragraf Deskripsi
Bidang Studi : Bahasa Indonesia
Kelas/Caturwulan : 2/2
Waktu : 90 menit
TUJUAN
Melatih siswa mendeskripsikan ciri dan menemukan karakteristik benda-benda, kemudian mengungkapkannya dalam sebuah paragraf deskriptif.
MEDIA
Untuk melaksanakan kegiatan ini diperlukan media
4 buah benda misteri yang dibungkus rapi (korek api, kotak sabun, akar pohon, dll)
1 lembar pengamatan
SKENARIO PEMBELAJARAN
Guru menjelaskan rencana kegiatan saat itu, yaitu mendeskripsikan benda misteri Kemampuan yang dilatihkan adalah cara mendeskripsikan atau menemukan ciri benda-benda.
Siswa dibagi dalam empat kelompok, dengan cara guru menghitung siswa satu, dua, tiga dan empat. Yang nomor satu, masuk kelompok satu, yang nomor dua masuk kelompok dua dan seterusnya.
Guru membagi benda yang telah disiapkan. Jangan sampai kelompok lain ’mengintip’. Kemudian dibagikan juga blangko.
Siswa mendeskripsikan benda misteri dengan mengisi blangko yang ada. Pertama menjelaskan ciri benda dengan dua kata, kemudian dalam kalimat. Usahakan deskripsinya lengkap, tetapi tidak merujuk pada benda apa itu.
Setelah 15 menit, secara bergantian masing-masing kelompok mendeskripsikan secara lisan benda itu. Setelah itu, kelompok lain menebaknya. Sebelum menebak, kelompok lain boleh bertanya.
Siswa menyusun sebuah paragraf deskripsi berdasarkan data yang diperolehnya secara kelompok.
PENILAIAN
Data kemajuan belajar diperoleh dari:
Partisipasi setiap siswa dalam kerja kelompok
Lembar pengumpulan data deskriptif
Cara siswa menyampaikan ulasan deskriptif secara lisan
Paragraf deskripsi yang ditulis siswa
Kerjasama dalam kelompok
CATATAN
Rencana pembelajaran tersebut, tentu bukan yang ideal. Hanya yang perlu mendapat perhatian, RP dalam pembelajaran CTL benar-benar ’progam’ atau ’rencana’ untuk pegangan guru sendiri, sebelum ia mengajar. Tidak sama sekali untuk laporan kepada pihak lain. Dalam RP itu, ia bisa melihat apa-apa yang perlu dipersiapkannya sebelum mengajar dan mengingatkannya mungkin ia lupa membawa gunting, kertas atau hal-hal yang kurang.
Fokus RP dalam pembelajaran CTL ada pada rincian kegiatan tahap demi tahap (skenario pembelajarannya) dan media yang digunakan.
Hal-hal yang perlu dipahami dari ke 7 unsur CTL:
Konstruktivisme/membangun pengetahuan dilakukan pada awal proses dengan memberi motivasi-motivasi, menjelaskan kegunaan materi, dll.
Proses inquiry muncul pada cara dan kiat mendeskripsikan yang ditempuh siswa.
Questioning muncul ketika siswa (peserta) mengamati benda, bertanya, mengajukan usul dan menebak.
Learning community muncul pada kerja kelompok dan saling menebak dengan kelompok lain.
Modeling, bisa oleh siswa, oleh guru atau oleh ahli lain seperti tukang, petani, dll.
Reflektion dilakukan pada akhir pembelajaran.
Authentic Assesment dilakukan pada saat pelajaran berlangsung untuk penilaian proses dan setelah pelajaran untuk penilaian akhir.
Social Plugin