Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw

Metode mengajar jigsaw dikembangkan oleh Aronson et al. sebagai model Cooperative Learning. Teknik ini bisa digunakan dalam pembelajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara. Pendekatan ini bisa pula digunakan dalam beberapa mata pelajaran, seperti ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, matematika, agama, dan bahasa. Teknik ini cocok untuk semua kelas/tingkatan (Lie, 2002: 68).

Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna (meaningful). Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

Menurut Hilke (1998: 10), pengembangan metode belajar kooperatif model jigsaw oleh Aronson sebetulnya menggunakan spesialisasi tugas. Masing-masing siswa mempunyai sebuah tugas yang berkontribusi untuk keseluruhan tujuan kelompok. Pada yang heterogen dari tiga sampai lima siswa, masing-masing siswa bekerja secara bebas untuk menjadi ahli terhadap bagian pelajaran tersebut dan dapat bertanggungjawab untuk mengajarkan informasi kepada yang lainnya dalam kelompok dan juga menguasai informasi anggota kelompok lainnya yang telah ditetapkan. Guru menilai penguasaan seluruh topik. Nilai individu diberikan berdasarkan atas ujian.

Menurut Budiadnyana (2004: 21-22), pada metode pembelajaran kooperatif model jigsaw, setiap siswa dalam kelompok yang beranggotakan 5 orang diberikan informasi yang hanya menekankan satu bagian pelajaran. Setiap siswa dalam kelompok memperoleh potongan bacaan yang berbeda. Agar berhasil, semua siswa perlu mengetahui seluruh informasi tersebut. Siswa meninggalkan kelompok asal dan membentuk kelompok yang disebut ‘kelompok ahli’, di mana semua anggotanya membawa potongan informasi yang sama dan membahas bersama-sama, mempelajarinya dan memutuskan bagaimana cara terbaik untuk mengajarkan kepada temannya yang ada di kelompok asal. Setelah selesai, siswa kembali ke kelompok asal mereka dan setiap anggota mengajarkan apa yang menjadi bagian pelajarannya ke temannya yang lain dalam kelompok. Dengan demikian, siswa bekerja secara kooperatif dalam dua kelompok yang berbeda, kelompok asal dan kelompok ahli. Penilaian berdasarkan pada penampilan ujian secara individu. Pada metode ini tidak ada penghargaan khusus untuk memperoleh atau untuk penggunaan keterampilan kooperatif.

Walaupun sudah diketahui definisi dari metode pembelajaran kooperatif model jigsaw, sebetulnya yang paling mendasar harus dikenal oleh seorang pendidik adalah fase-fase yang harus ditempuh di dalam mengimplementasikan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Menurut Lie (2002), Hilke (1998), Ermawati (2002), dan Sudibyo (2002), ada tujuh fase yang harus ditempuh dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw atau yang disebut dengan alur pembelajaran atau sintaks pembelajaran untuk tipe Jigsaw, sebagai berikut.

Fase 1 : Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Fase 2 : Menyajikan informasi. Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan menyuguhkan berbagai fakta, pengalaman, fenomena fisis yang berkaitan langsung dengan materi pelajaran.

Fase 3 : Base group atau kelompok dasar/asal. Siswa dikelompokkan menjadi kelompok asal/dasar dengan anggota 5 sampai 6 orang dengan kemampuan akademik yang heterogen. Setiap anggota kelompok diberikan sub-pokok bahasan/topik yang berbeda untuk mereka pelajari.

Fase 4 : Kelompok ahli atau expert group. Siswa yang mendapat topik yang sama berdiskusi dalam kelompok ahli.

Fase 5 : Tim ahli kembali ke kelompok dasar. Siswa kembali ke kelompok dasar/ahli untuk menjelaskan apa yang mereka dapatkan dalam kelompok ahli.

Fase 6 : Evaluasi. Semua siswa diberikan tes yang melingkupi semua topik.

Fase 7 : Memberikan penghargaan. Guru memberikan penghargaan baik secara individu maupun kelompok.

Guru sebagai seorang fasilitator berperan memberikan arahan pada saat terjadi diskusi, baik pada kelompok ahli maupun pada kelompok dasar/asal. Siswa dituntut harus aktif membangun pengetahuannya sendiri melalui diskusi di bawah arahan guru.

Apabila diringkaskan mengenai ketujuh fase di dalam melaksanakan metode pembelajaran kooperatif model jigsaw, akan diperoleh suatu skema ilustrasi kelompok ahli (expert group) dan kelompok asal (base group). Adapun skema yang dimaksudkan sebagaimana tampak pada Gambar 1.

Base Group


a b c d e a b c d e a b c d e a b c d e a b c d e







a a a a a b b b b b c c c c c d d d d d e e e e e


Expert Group


Gambar 1. Ilustrasi Kelompok Dasar dan Kelompok Ahli dalam Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw


Keterangan:

Siswa dikelompokkan menjadi kelompok dasar (base group), kemudian setiap anggota kelompok diberikan topik yang berbeda untuk dipelajari. Siswa dari kelompok dasar yang berbeda dengan topik yang sama dipertemukan dalam kelompok ahli (expert group) untuk berdiskusi dan membahas tugas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut. Para ahli kemudian kembali ke kelompok dasar masing-masing dan mengambil giliran untuk mengajar anggota kelompoknya (peer teaching) tentang topik mereka. Akhirnya siswa diberikan tes yang meliputi semua topik dan skor yang diperoleh dalam tes menjadi skor kelompok. Skor yang diperoleh kelompok didasarkan pada peningkatan skor dari setiap siswa. Peningkatan skor dilihat berdasarkan skor awal dan akhir yang diperoleh siswa. Skor awal adalah skor yang diperoleh siswa pada pembelajaran sebelumnya, sedangkan skor akhir adalah skor yang diperoleh dari tes pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

Metode pembelajaran kooperatif model jigsaw secara teoretis dapat mendorong dan mengkondisikan berkembangnya sikap dan keterampilan sosial mahasiswa, meningkatkan hasil belajar dan secara empirik hanya diukur pada tingkat kognitif saja, serta aktivitas siswa. Karena keandalan penelitian metode pembelajaran ini akan dibuktikan dalam penelitian ini.

Penelitian mengenai pengaruh belajar kooperatif terhadap prestasi belajar telah memajukan substansi mengenai belajar kooperatif. Kurang lebih 68 studi eksperimental-kontrol yang berkualifikasi sebagai masukan; hanya lima tahun setelah penelitian tersebut, terdapat 99 studi yang berkualitas, dan banyak yang lainnya membandingkan alternatif pendekatan kooperatif. Simpulan utama dari kajian ini sama seperti edisi dan pengkaji-pengkaji lainnya (seperti Davidson, 1995; Ellis & Fouts, 1993; Newmann & Thompson, 1997). Hadiah kelompok berdasarkan atas belajar individu dari semua anggota kelompok sangat penting dalam memproduksi hasil prestasi belajar yang positif dalam belajar kooperatif. Penelitian-penelitian yang saat ini telah ditambahkan untuk simpulan dalam belajar kooperatif, bagaimanapun juga merupakan kemungkinan yang menjadi mungkin untuk menciptakan kondisi-kondisi yang membawa kepada hasil prestasi belajar yang positif melalui pengajaran siswa secara langsung yang disusun melalui metode kerja dengan anggota yang lainnya (teristimewa secara berpasangan) atau mengajar mereka strategi belajar yang menutup hubungan ke tujuan instruksional (teristimewa untuk pengajaran keterampilan pemahaman membaca) (Slavin, 1995: 45-46).

Kemungkinan strategi pembelajaran yang efektif itu dapat secara langsung diajarkan untuk kelompok kooperatif yang sangat sesuai dalam kerangka-kerja teoretis yang dijelaskan sebelumnya. Kerangka kerja tersebut bila dirangkum akan menjadi suatu model yang tercantum dalam Gambar 2.


Motivasi untuk belajar Penjelasan yang dikerjakan dengan

teliti (tutor teman-sebaya)

Peragaan teman sebaya


Tujuan kelompok berdasarkan Motivasi untuk Pekerjaan kognitif

Atas belajar anggota kelompok menghargai anggota yang dikerjakan 

kelompok untuk dengan teliti

belajar Praktek teman-

sebaya


Motivasi untuk membantu Penilaian dan koreksi teman-sebaya

anggota kelompok untuk

belajar

Peningkatan belajar


Gambar 2. Model Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perolehan Belajar dalam Belajar Kooperatif (Slavin, 1995: 45-46)


Tujuan kelompok pada dasarnya dapat menumbuhkan motivasi untuk belajar, motivasi untuk membantu anggota kelompok untuk belajar, dan motivasi untuk menghargai anggota kelompok untuk belajar. Motivasi untuk belajar dapat terjadi melalui peragaan teman sebaya, motivasi untuk menghargai anggota kelompok untuk belajar dapat terjadi melalui praktek teman sebaya, dan motivasi untuk membantu anggota kelompok untuk belajar dapat terjadi melalui penilaian dan koreksi teman sebaya. Pada hakikatnya, peragaan teman sebaya, praktek teman sebaya, dan penilaian dan koreksi teman sebaya akan dapat meningkatkan hasil belajar.

Teori yang diringkaskan pada Gambar 2 berasumsi bahwa teori tersebut merupakan perilaku dalam kelompok kooperatif, seperti pekerjaan kognitif yang dikerjakan dengan teliti, tutor teman sebaya, peragaan teman sebaya, dan penilaian yang saling menguntungkan, yang membawa pada pencapaian yang lebih tinggi. Hadiah kelompok berdasarkan pada tampilan belajar individu yang dihipotesiskan mendorong siswa untuk sibuk dalam perilaku tersebut, tetapi tidak mempunyai dampak secara langsung dalam pembelajaran. Kenyataanya, jika perilaku dapat diajarkan dan dipertahankan secara langsung, selanjutnya bukan hadiah kelompok yang diperlukan. Bagaimanapun juga, ini merupakan kemungkinan, teristimewa atas perjalanan yang panjang, siswa membutuhkan beberapa jenis tujuan kelompok berdasarkan atas anggota kelompok belajar jika mereka secara kontinyu perlu waktu yang signifikan dan usaha membantu anggota kelompok belajar lainnya, menilai kemajuan anggota lainnya, menghargai usaha anggota lainnya, dan sebagainya. Ini bisa menjelaskan mengapa kombinasi hadiah kelompok dan strategi pembelajaran yang jelas telah menghasilkan beberapa pengaruh yang sangat kuat dari belajar kooperatif.

Penelitian pada belajar kooperatif menarik perhatian dalam hal ukuran dan kualitasnya. Masih banyak keadaan yang lainnya untuk dipelajari mengenai bagaimana, mengapa, dan di bawah kondisi apa belajar kooperatif meningkatkan prestasi belajar siswa, tetapi ini jelas bahwa di bawah keadaan batas-batas tertentu, belajar kooperatif dapat mempunyai kekonsistenan dan pengaruh penting terhadap belajar semua siswa.

Dalam penelitian ini, metode pembelajaran kooperatif model jigsaw diimplementasikan pada siswa kelompok kontrol. Hal ini disebabkan oleh metode pembelajaran kooperatif model jigsaw relatif sering digunakan dalam proses belajar mengajar.


Syntaks Pembelajaran 

Syntaks Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw:

  1. Dimulai dengan penyajian materi.

  2. Murid-murid digroupkan menjadi 4-5 orang.

  3. Siswa mulai bekerja di timnya, setelah mendapat 4-5 pertanyaan.

  4. Siswa membentuk tim ahli. Dalam hal ini guru memindahkan siswa. Siswa-siswa yang menjawab no 1 berkumpul denagn no 1, yang menjawab no 2 berkumpul dengan yang menjawab no 2 dan seterusnya.

  5. Siswa kembali ke tim mereka. Setelah mereka selesai bekerja di tim ahli mereka kembali ke groupnya masing-masing.

  6. Evaluasi.

  7. Memberi penghargaan. Peng-hargaan diberikan baik secara individu ataupun kelompok.


Penjelasan lebih singkat tentang Metode Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw untuk lebih cepat dipahami.

Jigsaw II merupakan adaptasi terbaik Jigsaw dari Elliot Aronson's (1978). Disini murid-murid bekerja berempat dalam satu tim yang heterogen sebagaimana dalam STAD dan TGT. Murid-murid disiapkan materi-materi yang tidak terlalu banyak, misalnya 1 chapter atau materi pendek yang lain untuk dibaca. Setiap anggota tim diupayakan untuk menjadi ahli dalam suatu aspek dari materi yang diberikan. Misalnya materi tentang Jakarta. Dalam hal ini satu siswa diupayakan untuk ahli dalam sejarahnya Jakarta, yang lain ahli dalam ekonominya, yang lain ahli dalam geografinya serta anggota tim yang lainnya ahli dalam bidang budayanya. Setelah siswa selesai membaca materinya, para ahli dari masing-masing bagian yang ada dalam tim-tim yang lain bergabung menjadi satu yang disebut dengan tim ahli. Mereka mulai membicarakan masing-masing topik tadi bersama anggota tim ahli tersebut. Sesudah mereka kembali lagi ke timnya. Semula, mereka ini yang mengajarkan pada anggota tim yang lain terhadap apa yang mereka baru saja dapatkan di tim ahli. Terakhir guru memberikan pertanyaan-pertanyaan tentang apa yang sudah mereka pelajari. Tahapan yang lainnya sama dengan yang di STAD.

Ketiga model pembelajaran di atas yaitu STAD, TGT dan Jigsaw dapat digabungkan, seperti yang disampaikan oleh Slavin dan Karwek (1981) bahwa mereka menemukan kepercayaan diri yang lebih besar dengan menggunakan gabungan dari STAD, TGT, dan Jigsaw II, tapi bukan kepercayaan sosial.

Pengajaran menggunakan Jigsaw II dikembangkan oleh Elliot Aronson (Slavin, 1995: 122). Materi untuk Jigsaw II bisa sebagian dari buku, bisa cerita (sejarah), geografi, atau tex yang berupa narasi atau deskripsi. Murid-murid dikasi bahan-bahan dari satu topik bahasan yang sudah dibagi menjadi beberapa bagian yang lebih kecil untuk dibaca. Begitu pula masing-masing anggota tim memproleh bagian-bagian yang untuk dipelajari. Bila setiap orang sudah selesai membaca, murid dari tim yang lain yang mendapat pertanyaan yang sama atau masalah yang sama akan berkumpul menjadi group ahli. Untuk membicarakan topik yang didapatkan. Mereka mendapat waktu berdiskusi + 30 menit. Kemudian anggota tim ahli ini kembali ke timnya dan menjelaskan gambaran dari masalah yang di dalamnya terhadap anggota tim yang lain.

Kunci dari Jigsaw adalah setiap anggota tim kemampuannya dibantu atau tergantung dari anggota tim yang lain untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan atau tes akhir yang diberikan guru.