M. Nur (2003) mengatakan bahwa ciri kelas yang melaksanakan pembelajaran adalah: 1) siswa secara aktif terlibat dalam pembelajaran, 2) siswa belajar dari temannya melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengkoreksi, 3) pembelajaran menekankan pada masalah bersifat terbuka, 4) prilaku siswa dibangun atas kesadaran diri dan hadiah untuk prilaku baik adalah kepuasan diri, 5) siswa menggunakan kemampuan berpikir kritis dan kreatif terlibat penuh dan ikut bertanggung jawab dalam mengayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, 6) penghargaan terhadap pengakuan siswa sangat diharapkan.
Heller, Keith dan Andreson (dalam Wardani, 2011: 60) menyebutkan bahwa langkah-langkah dalam memecahkan masalah adalah: 1) visualisasi masalah yaitu dengan mengidentifikasi pendekatan umum terhadap masalah, yakni konsep dan prinsip fisika yang paling tepat untuk masalah tersebut, 2) mendeskripsikan masalah dan deskripsi fisika yaitu dengan menandai secara simbolik variabel yang diketahui dan tidak diketahui yang kemudian menyatakan prinsip dan hubungan kuantitatif yang bersifat umum, 3) merencanakan solusi yang melibatkan siswa menterjemahkan deskripsi fisika ke dalam represtasi matematis yang tepat, 4) menyelesaikan rencana yakni siswa diharapkan dapat menghitung variabel target dengan mensubstitusikan nilai yang diberikan, 5) menilai atau mengevaluasi jawaban yaitu siswa hendaknya menanyakan kembali apakah jawaban diperoleh sudah benar dan lengkap. Pelaksanaan pembelajaran ini haruslah didukung dengan segala sesuatu yang menyentuh kebutuhan siswa untuk dapat menggali berbagai informasi yang sesuai dan diperlukan dalam memecahkan masalah, misalnya laboratorium, perpustakaan, LKS dan media pembelajaran yang relevan. Melalui langkah pembelajaran yang diungkapkan di atas, siswa dilatih mengembangkan kompetensi penalaran sehingga daya nalar dan kreativitas berpikir dapat berkembang yang pada akhirnya mereka berlatih berfikir secara logis, kritis dan kreatif.
Kemampuan manusia berpikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya juga diperlukan sarana tertentu pula. Tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah akan sulit melaksanakan kegiatan berpikir yang lebih tajam untuk bisa melaksanakan berpikir ilmiah dengan baik diperlukan sarana berpikir seperti kemampuan bahasa, logika.
Sizer (dalam Elaine B. Johnson, 2002) memberi pernyataan bahwa sekolah belajar menggunakan pikiran dengan baik, berpikir kreatif dalam menghadapi persoalan serta menanamkan kebiasaan untuk berpikir. John Dewey (dalam Elaine B. Johnson, 2002) mengatakan bahwa sekolah harus menganjurkan cara berpikir yang benar pada anak-anak. Dari kedua pernyataan tersebut untuk tingkat kemampuan berpikir mesti diupayakan agar tingkat berpikir tinggi dapat diharapkan.
Liasari, 20002 (dalam Wardani, 2011: 25) mengatakan ada 2 jenis kemampuan berpikir yaitu: berpikir dasar dan berpikir tingkat tinggi. Konsep tentang pemikiran tingkat tinggi diperoleh dari Tayonomy of Educational Objectives, Handbook I: Cognitive Domain oleh Bloom et.al. (dalam Anna & Bryan, 2005). Konsep ini lebih dikenal sebagai Taksonomi Bloom, dimana sistem ini mengidentifikasi suatu kemajuan secara hirarkis untuk menggolongkan proses berpikir dari tingkat rendah ke tingkat yang lebih tinggi.
Model Problem Solving lebih banyak berpenekanan pada kemampuan berpikir tingkat tinggi. Untuk bisa melakukan ini maka diperlukan kecerdasan yang baik. Dalam hubungan matematika, karakteristik kecerdasan matematika yang dikemukakan oleh Judith Jewell (dialihbahasakan oleh Alexander Sindoro, 2003: 19) adalah pandai memecahkan teka-teki angka dan soal abstrak, memahami statistik yang diterbitkan dalam berita dan tahu kalau bisa menyesatkan, senang mengetahui cara kerja berbagai peralatan, dan tahu cara membetulkan peralatan yang rusak, sering membuat daftar tugas yang diberi nomor. Dalam hubungan dengan tingkat berpikir tinggi, penulis coba hubungkan dengan pemahaman konsep dan berpikir formal. Pemahaman konsep seperti dikemukakan oleh Gagne (dalam Ratna Wilis Dahar, 1989: 85-86) yang merupakan prosedur bentuk belajar pemecahan masalah adalah menggabungkan aturan-aturan untuk mencapai suatu pemecahan yang menghasilkan sesuatu aturan dengan tingkat lebih tinggi. Apabila dihubungkan dengan tingkat berpikir formal, maka para siswa yang mampu berpikir tingkat tinggi akan mampu melakukan pengaturan sendiri dan keseimbangan. Pengaturan sendiri atau iquilibrasi menurut Piaget (dalam Ratna Wilis Dahar, 1989: 158) adalah kemampuan untuk mencapai kembali keseimbangan (equilibrium) selama periode ketidakseimbangan (disequilibrium). Equilibrasi merupakan suatu proses untuk mencapai tingkat-tingkat berfungsi kognitif yang lebih tinggi melalui asimilasi dan akomodasi, tingkat demi tingkat.
Dalam buku Evaluasi Pendidikan (Depdiknas, 2009: Modul 3: 13) pemecahan masalah merupakan bagian dari Kurikulum Matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Melalui kegiatan ini aspek-aspek kemampuan matematika yang penting seperti penerapan aturan pada masalah tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematika dan lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa tujuan diberikan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu menghadapi perubahan-perubahan keadaan yang selalu berkembang melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis, rasional, kritis, cermat, jujur dan efektif. Pelajaran diutamakan yang bersifat riil atau alamiah, dengan tema-tema permasalahan yang diambil dari kejadian sehari-hari yang dekat dengan kehidupan siswa. Selain itu, proses pemecahan masalah sebaiknya dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil, sehingga mamberi peluang untuk berdiskusi dan saling bertukar pendapat yang dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi.
Uraian di atas didasari asas pemikiran Gagne, 1970 (dalam Depdiknas, 2009 Modul 3: 13-14) yang mengatakan bahwa keterampilan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah.
Dari semua pendapat yang sudah disajikan di atas, untuk sementara dapat disampaikan bahwa model pembelajaran Problem Solving atau model pemecahan masalah pengupayakan agar siswa dapat melakukan pembelajaran dengan tidak menghafal, tetapi melakukan pembelajaran dengan mengupayakan agar mereka bisa berpikir logis, rasional, kritis, cermat, jujur dan efektif. Disamping itu mampu memecahkan masalah yang sedang dihadapi dengan memahami masalah tersebut, membuat perencanaan pemecahannya, menyelesaikan masalah tersebut dengan mengecek kembali langkah-langkah yang bisa diupayakan untuk itu. Siswa mesti diupayakan untuk mampu menggunakan proses berpikir yang lebih jauh dan lebih dalam, terlibat lebih aktif seperti berdiskusi, berprestasi, saling mengoreksi serta pemberian hadiah oleh guru bagi yang berprestasi. Guru mesti berupaya pada model pembelajaran ini dengan mengupayakan proses pemecahan masalah melalui kelompok-kelompok kecil yang akan memberi kesempatan atau peluang bagi para siswa untuk lebih banyak bertukar pikiran, bertukar pendapat untuk pencapaian keberhasilan yang lebih baik.
Kajian teori selanjutnya penulis ambil dari: http://psychemate.blogspot.com/2007/12/problem-solving.html. sebagai berikut:
Posner (1973) menyatakan Problem Solving atau pemecahan masalah terbagi dalam tiga tahap: representasi masalah, bagaimana kita menangkap, menggambarkan dan menginterpretasikan suatu masalah; mengatur strategi untuk memecahkan masalah dan merumuskan apakah solusi tersebut memuaskan atau tidak. Beberapa pencetus teori berusaha untuk menjelaskan Problem Solving melalui istilah dari prinsip-prinsip associative learning yang berlaku pada studi tentang classical dan instrumenal conditioning (contohnya, Maltzman, 1955). Maier (1940) membedakan antara memecahkan masalah berdasarkan pada transfer langsung dan memecahkan masalah dengan mengintegrasikan pengalaman sebelumnya dalam Novel Fashion (productive thinking).
Teori selanjutnya tentang Problem Solving penulis ambil dari: http://education-mantap.blogspot.com/2010/10/teori-proble-solving.html. seperti berikut:
Setiap hari kita dihadapkan pada pelbagai situasi yang harus kita selesaikan dengan baik. Masalah merupakan suatu keadaan yang perlu diselesaikan dan menjadi tanggung jawab setiap individu. Penyelesaian suatu masalah melibatkan pelbagai jenis pemikiran atau kognisi seperti mengidentifikasi, mengkatagori, menyusun, membuat inferensi, merumuskan analogi dan mengingat kembali.
Semua mmasalah mempunyai tujuan, tetapi berbeda antara satu sama lain. Perbedaan itu antara lain: (1) mungkin terdapat satu tujuan tetapi pada saat permulaan ada dua cara penyelesaian yang sama berkesan, (2) mungkin terdapat satu tujuan dan pada saat permulaan ada dua cara penyelesaian, tetapi satucara lebih berkesan, (3) mungkin terdapat satu tujuan dan ada beberapa cara penyelesaian, tetapi tidak ada satupun cara penyelesaian yang meyakinkan dan (4) mungkin terdapat beberapa tujuan yang semuanya tidak jelas dan ini menyebabkan kesulitan bagi seseorang untuk memulai penyelesaiannya.
Penyelesaian Masalah
Masalah merupakan suatu keadaan yang harus diselesaikan. Antara masalah atau tujuan dengan penyelesaiannya adalah suatu ”ruang kosong” (problem space). Ruang kosong ini mungkin merupakan kekurangan pengetahuan pada kita (lack of knowledge) atau adanya informasi yang tidak berstruktur ataupun kurangnya kemampuan yang disebabkan oleh keterbatasan pribadi atau hambatan lingkungan.
Adapun jenis masalahnya, setiap masalah mempunyai ciri-ciri berikut: 1) Semua masalah mempunyai tujuan; semua masalah perlu disediakan sumber-sumber yang relevan untuk mencapai penyelesaiannya. Contohnya: sumber yang paling penting adalah individu itu sendiri, objek atau benda yang relevan. 2) Semua masalah melibatkan operasi atau tindakan yang diambil untuk mencapai penyelesaian. Contohnya: seorang siswa mendapatkan buku dari temannya karena untuk membelinya ia tidak punya biaya. 3) Semua masalah mempunyai kendala (constraits). Namun demikian seseorang dalam menyelesaikan masalah tidak perlu sampai melakukan sesuatu yang melanggar peraturan.
Strategi Penyelesaian Masalah
Setidaknya ada tiga jenis strategi penyelesaian masalah yang biasa digunakan: 1) Algoritma: adalah prosedur langkah demi langkah yang bersifat sistematik dan konsisten serta menghasilkan penyelesaian yang sama setiapkali digunakan. 2) Heuristik: jalan pintas yang memiliki kemungkinan tinggi untuk membawa kepada penyelesaian yang tepat (rules of thumb). Ini merupakan butir-butir informasi lama yang pernah digunakan dalam membantu penyelesaian masalah pada masa lalu. 3) Merumuskan sub tujuan: adalah strategi memperincikan suatu masalah yang kompleks kedalam beberapa sub-tujuan atau sub-masalah sehingga memudahkan dalam penyelesaiannya.
Kendala Penyelesaian Masalah
Ada beberapa hal yang biasanya menjadi kendala dalam penyelesaian masalah, yaitu: 1) Pola pikir (mind set): adalah pola pikir seseorang yang melihat atau menyelesaikan suatu masalah hanya dengan cara tertentu saja sehingga seringkali menjadi penghalang atau mengalami kesulitan ketika harus menyelesaikan masalah baru yang berbeda. 2) Ketetapan fungsional (functional fixedness): adalah seseorang yang berpandangan bahwa sesuatu obyek hanya dapat digunakan berdasarkan pengalaman lamapu saja sehingga seringkali menyulitkan individu yang bersangkutan dalam menyelesaikan masalah yang baru.
0 Comments
Terimakasih