Model Pembelajaran Kooperatif

1. Tinjauan Umum Pembelajaran Kooperatif

Berlawanan untuk kebanyakan sekolah yang belajar pada kompetisi individu dengan yang lainnya, belajar kooperatif merupakan suatu strategi pembelajaran di mana siswa dalam kelompok kecil yang heterogen saling mempertukarkan tanggungjawab belajarnya. Sebagai suatu hasil, siswa belajar dari seseorang ke yang lainnya. Mereka belajar untuk menghargai perbedaan pada masing-masing yang lainnya dan membangun kekuatan individu dalam urutan untuk menemukan tujuan kelompok. Mereka belajar keterampilan sosial dan juga materi pelajaran.

Beberapa peneliti telah menemukan bahwa strategi belajar kooperatif mendorong harga-diri individu dan menganjurkan siswa untuk mengambil kendali dari belajarnya sendiri. Tuntutan ini melengkapi suatu ringkasan dan strategi belajar kooperatif dan menunjukkan bagaimana guru-guru dapat mengintegrasikan strategi-strategi tersebut dalam rencana pembelajaran mereka (Hilke, 1998: 3).

Lebih lanjut Hilke mengemukakan tujuan utama dari belajar kooperatif adalah: (1) untuk membantu perkembangan kerjasama akademik di antara siswa, (2) untuk menganjurkan hubungan kelompok yang positif, (3) untuk mengembangkan harga-diri siswa, dan (4) untuk meningkatkan pencapaian akademik.

Siswa dapat mengejar tujuan pembelajaran melalui tiga cara: secara kompetitif, secara individu, dan secara kerjasama. Pada tahun 1940, Morton Deutsch (1949) menyusun suatu teori tentang bagaimana orang-orang berhubungan dan berinteraksi pada masing-masing susunan tersebut. Pada susunan kompetitif, seorang siswa bekerja melawan masing-masing yang lainnya dan tampilan mereka dibandingkan. Beberapa siswa mengalami kekeliruan dalam susunan ini, hasilnya kehilangan harga-diri dan kadang-kadang berperasaan negatif terhadap teman sebaya mereka secara bebas pada langkah mereka sendiri untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh guru. Guru selanjutnya mengevaluasi sekelompok tujuan untuk masing-masing individu.

Dalam susunan kooperatif, kelompok siswa yang heterogen bekerja bersama untuk menemukan tujuan. Masing-masing pribadi mempertanggungjawabkan pem-belajarannya sendiri dan membantu yang lainnya. Kekuatan yang dapat dicapai untuk setiap pribadi dalam kelompok. Keterampilan komunikasi dan sosial yang baik di-butuhkan dalam urut-urutan perkembangan hubungan kerja yang baik. “Dalam ke-lompok belajar kooperatif, di sana cenderung terjadi peraturan teman sebaya, umpan balik, dukungan, dan anjuran belajar yang agak beragam. Dukungan akademik teman sebaya demikian tidak tersedia pada situasi belajar kompetitif dan individualistik” (Johnson and Johnson, 1987: 28).

Pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang memusatkan perhatian pada proses penalaran nilai-nilai moral, melalui diskusi dan proses tanya jawab dialektis yang bersifat mengajar dan menantang proses pemahaman (Lickona, 1992: 236-238). Menurut Slavin (1995: 2), metode pembelajaran kooperatif menunjuk pada bermacam-macam model pembelajaran, di mana para siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk saling membantu, berdiskusi dan saling memberi argumentasi, untuk saling menilai pengetahuan yang dimiliki sekarang dan mengisi kesenjangan pemahaman di antara mereka. 

Dari kedua pendapat di atas mengenai model pembelajaran kooperatif, maka dapat dikatakan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan kegiatan siswa, yaitu belajar dalam kelompok kecil yang heterogen, di mana setiap siswa memiliki kesempatan untuk memberikan atau menyampaikan argumentasinya, sehingga terjadi interaksi antara guru dengan siswa, antara siswa dengan siswa lainnya, komunikatif dan bersifat multi arah.

Menurut Lickona (1992: 198), ada delapan bentuk model pembelajaran kooperatif, yaitu:  (1) belajar berpasangan (learning partners), (2) susunan duduk berkelompok (cluster group seating) , (3) belajar bertim (student team learning), (4) belajar dengan membahas berbagai topik dalam tim (Jigsaw learning), (5) mengetes tim (team testing), (6) proyek kelompok kecil (small group projects), (7) kompetisi dalam tim (team competition), dan (8) projek untuk seluruh kelas (whole class project). Sedangkan menurut Slavin (1995: 5), terdapat enam metode utama dalam pembelajaran bertim (Student Teams Learning). Empat di antaranya, berlaku secara umum pada semua bidang studi, yaitu sebagai berikut :   “Student Teams-Achieve-ment Divisions (STAD), Teams Games Tournaments (TGT),  Jigsaw II, dan Co-Op Co-Op”.  Sedangkan dua metode lainnya hanya berlaku secara khusus, yaitu: “Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)” untuk pengajaran membaca dan menulis pada tingkat 2-8, dan “Team Accelerated Instruction (TAI)” untuk pengajaran matematika pada tingkat 3-6. Dari kelima model pembelajaran kooperatif tersebut, dalam penelitian ini dikaji model “Co-Op Co-Op”, yaitu model pembelajaran dalam kelompok-kelompok kecil, yang masing-masing kelompok terdiri dari 4-6 orang siswa yang heterogen.

Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe ini, maka dapat meningkatkan interaksi antara guru dengan siswa, dan antara siswa dengan siswa lainnya, komunikatif, dan bersifat multi arah.

Johnson and Johnson (1984: 15) mengidentifikasi lima elemen dasar dalam belajar kooperatif, yaitu: (1) saling ketergantungan tujuan yang positif, (2) memajukan interaksi tatap muka, (3) pertanggungjawaban individu, (4) keterampilan sosial, dan (5) proses kelompok. Pembicaraan masing-masing elemen tersebut seperti berikut.

1) Saling ketergantungan yang positif. 

Saling ketergantungan tujuan yang positif terjadi bila siswa melaksanakan tugas kelompok dengan perasaan saling menguntungkan. Mereka perlu mengerjakan bagian mereka sendiri, untuk keuntungan seluruh kelompok. Sebagai contoh, bila tugas kelompok untuk meneliti dan menulis laporan, nilai untuk laporan merupakan nilai kelompok. Pencapaian yang rendah dalam kelompok menimbulkan usaha kerja terbaik mereka untuk keselamatan seluruh kelompok. Pencapaian yang tinggi, ingin mempertahankan kualitas kerja mereka yang tinggi, akan membantu yang lainnya dalam menyelesaikan tugas kelompok. Selanjutnya masing-masing individu memperoleh manfaat yang penting dan harga-diri. Johnson et al. (1984) berpendapat bahwa saling ketergantungan yang positif dicapai: ‘melalui tujuan yang saling menguntungkan (saling ketergantungan tugas); pembagian material, sumber-sumber, atau informasi di antara anggota kelompok (saling ketergantungan sumber); pemberian peranan siswa yang berbeda (saling ketergantungan peran); dan melalui pemberian penguatan bersama (saling ketergantungan penguatan). Dalam urutan untuk situasi belajar menjadi kooperatif, siswa harus bersedia bahwa mereka secara positif saling ketergantungan dengan anggota lainnya dari kelompok belajar mereka’.

2) Memajukan interaksi tatap muka. 

Kemajuan interaksi terjadi bila pertukaran verbal mengambil tempat di mana siswa menjelaskan bagaimana mereka memperoleh suatu jawaban atau bagaimana suatu masalah bisa dipecahkan. Mereka juga dapat membantu masing-masing yang lainnya untuk memahami suatu tugas. Siswa memeriksa masing-masing pemahaman yang lainnya dan menyatakan pertanyaan pada anggota kelompok sebelum menyatakan pada guru untuk klarifikasi. Bila sebuah tugas sudah lengkap, anggota kelompok meringkaskan apa yang telah dipelajari.

3) Pertanggungjawaban individu. 

Pertanggungjawaban individu merupakan pengambilan pertanggungjawaban pribadi untuk materi belajar. Sebagai tambahan untuk kontribusi kelompok, masing-masing siswa memerlukan penguasaan material tertentu. Salah satunya guru menentukan tingkat penguasaan, anggota kelompok sering mendukung dan membantu masing-masing yang lainnya dalam mencapai tingkat penguasaan tersebut.

Suatu pertanyaan yang sering muncul dalam diskusi tentang belajar kooperatif adalah apa yang dikerjakan siswa yang tidak berpartisipasi, membiarkan yang lainnya untuk bekerja, dan memastikan untuk belajar materi dasar. Untuk mencegah kejadian ini, seorang guru dapat merata-ratakan skor ujian individu untuk nilai kelompok. Selanjutnya bila seseorang skor ujiannya lebih rendah dari rata-rata teman sebaya bukan hanya mendesak bahkan secara halus menekan individu untuk belajar lebih giat. Atau mereka akan melihat perlunya bekerja dengan individu dalam urutan untuk mencapai tingkat ketuntasan. Juga dari waktu ke waktu, guru bisa menyeleksi penempatan nilai individu, yang menganjurkan semua anggota kelompok untuk mengerjakannya secara langkap dalam waktu yang tepat dan dengan cara yang wajar.

4) Keterampilan sosial. 

Kritik untuk kesuksesan belajar kooperatif adalah keterampilan sosial demikian seperti mengetahui bagaimana berkomunikasi secara efektif dan bagaimana mengembangkan rasa hormat dan kepercayaan dalam kelompok. Kelompok yang bertugas dengan baik tidak terjadi secara wajar; siswa memerlukan petunjuk bagaimana mengikuti dan juga berperan. Bila pertanggungjawaban belajar diperlukan, siswa membutuhkan anjuran masing-masing anggota lainnya untuk melengkapi tugas yang diberikan. Mereka perlu mengetahui bagaimana meminta bantuan bila mereka membutuhkannya. Bila muncul konflik (dan konflik memang akan muncul), siswa perlu mengetahui bagaimana menggunakan strategi resolusi konflik.

5) Proses kelompok. 

Secara periodik siswa memerlukan pencerminan pada bagaimana kelompok yang baik bekerja dan menganalisis bagaimana keefektifan mereka bisa diperbaiki. Ini disebut proses kelompok. Pengamatan oleh anggota kelompok, guru, atau seorang individu yang berperan sebagai pengamat dapat melengkapi umpan-balik yang esensial untuk proses kelompok. Seorang pengamat bisa mencatat apa yang terjadi dalam kelompok bila rencana suatu projek mengenai adanya kekuatan perbedaan pendapat. Dengan umpan-balik ini, siswa dapat bergerak untuk menemukan suatu pemecahan dan menawarkan usul untuk menangani perselisihan tersebut di masa yang akan datang. Keluaran dari proses ini, kelompok bisa bersimpulan: ‘Kita telah membuat permulaan yang baik dalam rencana projek, tetapi kita perlu bekerja lebih giat untuk mendengar ide-ide setiap orang’.


  1. Metode Pembelajaran Kooperatif Model STAD

STAD adalah singkatan dari Student Teams Achievement Division. Model ini didesign untuk tim kecil yang berjumlah 4-5 orang yang masing-masing tim itu bisa diatur tingkat kemampuan siswanya maupun gendernya. Guru menyajikan pelajaran, kemudian siswa bekerja bertim dan memastikan agar masing-masing individu dalam tim dapat pekerjaan yang dikerjakan dan masing-masing tim meyakinkan dirinya agar anggotanya dapat menguasai pelajaran yang diberikan oleh gurunya. 

Menurut Slavin (1995: 5) pada awalnya teori itu mendapat soal yang dikerjakan oleh masing-masing anggota tim, pada saat awal tersebut masing-masing anggota tim tidak saling membantu, artinya mereka pada awalnya bekerja sendiri-sendiri. Apabila salah satu anggota tim menemui kesulitan diharapkan anggota tim yang lain dapat menolongnya. 

Dalam pelaksanaannya guru perlu mencatat tim yang sukses memberikan jawaban terhadap pertanyaan / kuis yang diberikan dan tim yang terbaik akan mendapat hadiah. Anggota tim mesti meyakinkan temannya bahwa belajar itu adalah penting, bernilai dan menyenangkan. Mereka bisa bekerja berpasangan dan saling membandingkan jawaban-jawaban, berdiskusi, saling tolong dengan penuh pengertian. Mereka bisa membahas cara-cara untuk mengatasi masalah atau saling bertanya tentang apa yang mereka pelajari, membahas kekurangan-kekurangan yang ada pada diri mereka atau juga kelebihan-kelebihan yang ada dalam upaya agar mereka mampu menjawab apa yang ditanyakan.

Meskipun murid-murid bekerja bersama, tetapi pada saat guru melontarkan pertanyaan, masing-masing siswa tidak saling membantu, pada saat-saat yang demikian akan terlihat murid yang mampu dan yang akan menjadi bintang tim untuk sementara. Model ini merupakan model dari kooperatif yang paling sederhana, ini bagus bagi para guru yang baru saja melangkah atau mulai mengajar dengan pengajaran model bertim.

Ada lima komponen utama dalam STAD yaitu: presentasi kelas, tim, kuis, perbaikan skor individu, dan pengenalan tim (Salvin, 1995: 71). Dari masing-masing bagian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Prestasi kelas yaitu, guru menyajikan pelajaran pada siswa. Guru membagi materi berupa materi-materi yang disebut STAD Unit. Murid harus betul-betul memperhatikan guru dan bagian-bagian materi yang akan membantu mereka mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan atau kuis yang akan diberikan.

  2. Tim. Satu tim terdiri dari 4-5 orang siswa boleh dicampur dari mereka yang mempunyai kemampuan yang berbeda, berbeda jenis kelamin atau berbeda ethnik bila ada. Tim bertugas untuk betul-betul siap menjawab pertanyaan. Untuk itu masing-masing anggota tim harus terpadu, saling memberi dorongan agar mereka betul-betul siap untuk belajar. Sesudah guru selesai menyajikan pelajaran, tim mulai bekerja dengan mendiskusikan apa yang telah disajikan, membandingkan jawaban, saling mengoreksi di antara jawaban yang disampaikan. 

  3. Kuis atau pertanyaan-pertanyaan. Pada saat ini murid-murid telah siap untuk menjawab pertanyaan dan mereka mulai mencek materi dari bukunya sendiri atau dari buku lain terhadap materi yang disajikan guru sebelumnya. Pada saat ini anggota tim tidak saling membantu.

  4. Perbaikan skor individu. Pada saat perbaikan skor individu ini, guru memberi pertanyaan-pertanyaan yang menuntun siswa dapat memperbaiki skornya yang kurang baik bila mereka telah bekerja keras. Pertanyaan yang sama diberikan kembali pada siswa yang kurang tepat menjawab sehingga siswa tersebut akan mendapat tambahan nilai bila dapat kembali menjawab dengan lebih baik.

  5. Pengenalan tim. Yang dimaksud di sini adalah pemberian hadiah atau bisa sertifikat bahwa tim tersebut adalah tim yang terbaik saat itu setelah melampaui target yang ditetapkan.

Slavin, 1995 (dalam Ni Luh Rasmini, 2010: 24-26) menyatakan bawha pembelajaran kooperatif tipe Students Team Achievement Division (STAD) terdiri dari lima komponen utama yang perlu diperhatikan yaitu tahap penyajian kelas (class presentation), belajar dalam kelompok (team), tes/kuis (quizzes), skor kemajuan individu (individual improvment scores) dan penghargaan kelompok (team recognation). Dan ciri-ciri pembelajaran kooperatif Students Team Achievement Division (STAD) adalah: 1) siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil, 2) memperhatikan skor awal, 3) terdapat kuis/tes, 4) skor kemajuan individual, 5) penghargaan kelompok (caranya rata-rata kelompok dihitung dari skor kemajuan individual masing-masing anggota, dijumlah dan dibagi dengan jumlah kelompok, baru dikasi hadiah).

Ni Luh Rasmini (2010: 23-24) menulis bahwa sintak pembelajaran kooperatif tipe Students Team Achievement Division (STAD) seperti terlihat pada tabel berikut.


Fase

Kegiatan Guru

Kegiatan Siswa

Fase 1.

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Mengupayakan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Siswa mendengarkan penjelasan guru

Fase 2.

Menyajikan/ menyampaikan informasi

Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan

Siswa mendengarkan kemudian mencatat penjelasan guru

Fase 3.

Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar

Menjelaskan pada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu seiap kelompok agar melakukan transisi secara efesien

Siswa membentuk kelompok sesuai arahan guru

Fase 4.

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Membimbing kelompok- kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka 

Siswa berdiskusi tentang materi yang diberikan

Fase 5.

Evaluasi

Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah diajarkan atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

Siswa mendengarkan klarifikasi jawaban antar kelompok

Fase 6.

Memberikan penghargaan

Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

Siswa dari kelompok lain memberikan aplaus untuk kelompok yang terbaik