Model Pembelajaran Konvensional

Sampai saat ini, orang sering keliru jika mendengar model pembelajaran konvensional dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran konvensional selalu dikaitkan dengan metode ceramah saja. Padahal model pembelajaran dalam berbagai literatur memiliki definisi yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini, model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang biasa diterapkan oleh guru sejarah di mana penelitian tersebut dilaksanakan. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran bidang studi  sejarah pada siswa kelas II di SMP Negeri 1 Seririt dengan menggunakan gabungan antara metode ceramah, metode tanya jawab, dan metode pemberian tugas.

Metode ceramah merupakan metode yang paling banyak dikenal dipakai guru dalam proses belajar-mengajar, karena metode ini sangat mudah pelaksanaannya dan tidak membutuhkan tenaga atau pikiran dan biaya yang terlalu banyak. Guru memakai metode ceramah ini biasanya apabila guru harus memberi informasi kepada anak secara lisan, dan memang setiap pemberian informasi secara lisan dapat kita sebut ceramah. 

Metode ceramah tidak dapat dipandang baik atau jelek, karena harus dilihat dari segi pemanfaatannya. Ceramah dapat dipandang jelek apabila penggunaannya tidak memenuhi prinsip-prinsip metode ceramah, artinya guru tidak dapat menyesuaikan antara tujuan yang akan dicapai dengan penggunaan metodenya, dan dipandang baik apabila penggunaannya memenuhi beberapa prinsip metode ceramah. Metode ceramah walaupun banyak kelemahan, khususnya dalam keaktifan murid, tetapi metode ceramah juga banyak kegunaannya dibandingkan dengan metode lain. Khususnya apabila harus memberi informasi kepada banyak orang, sedangkan waktu dan sarana yang terbatas, atau untuk memberi informasi baru kepada murid secara klasikal (Soetomo, 1993: 146).

Setelah guru selesai melakukan ceramah tentang sub-pokok bahasan tertentu selanjutnya dirangkai dengan metode tanya jawab. Metode tanya jawab merupakan suatu metode di mana guru menggunakan/memberi pertanyaan kepada murid dan murid menjawab, atau sebaliknya murid bertanya pada guru dan guru menjawab pertanyaan murid itu.

Menurut Popham dan Baker (1981: 105), cara lain yang lazim digunakan di kelas yaitu guru bertanya kepada siswanya. Guru menyukai haknya yang istimewa ini, dan berasumsi bahwa pertanyaannya akan mendapat jawaban. Selama ceramah, demonstrasi, dan tentu saja selama diskusi, pertanyaan dapat menjadi alat guru untuk merangsang kegiatan berpikir siswa. Guru dapat juga menggunakan jawaban siswa untuk mengecek efektivitas pengajarannya yang sedang berlangsung. Tentu saja, pertanyaan dapat diajukan secara lisan atau tertulis; demikian juga jawabannya. Pertanyaan dan jawaban tertulis kiranya bersifat lebih formal, dan pada umumnya lebih mirip dengan latihan yang sama daripada tanya jawab lisan yang berlangsung cepat. Bagaimanapun pertanyaan-pertanyaan hendaknya disusun menurut urutan yang berarti. Satu pertanyaan yang kurang relevan dapat merusak nilai serangkaian pertanyaan yang baik. Siswa pun akan mengalami banyak kesukaran menjawabnya jika rangkaian tanya jawab itu tidak diurutkan dengan baik. Dalam pengajaran berprogram prosedur demikian disebut ‘urutan penolong’, yaitu jawaban-jawaban yang terdahulu memudahkan siswa menemukan jawaban untuk pertanyaan tertentu.

Sebetulnya metode tanya jawab ini dapat dilakukan bersamaan dengan metode ceramah, diskusi, demonstrasi dan lainnya dengan tujuan ingin lebih mening-katkan kemampuan berpikir dan keaktifan belajar anak. Dalam memberi pertanyaan kepada murid guru harus dapat melihat sejauhmana murid mengerti akan materi yang disampaikan, sehingga guru dapat menyesuaikan pertanyaannya dengan tingkat pencapaian murid. Tanya jawab dapat dilaksanakan sebagai selingan ceramah agar murid terlibat aktif lagi terhadap materi, dan juga dapat dilaksanakan pada waktu guru akan menyimpulkan bahan yang telah disampaikan.

Setelah tanya jawab selesai dilakukan, dilanjutkan dengan pemberian tugas kepada siswa. Metode pemberian tugas (resitasi) sering diartikan sebagai perkerjaan rumah, akan tetapi sebenarnya metode pemberian tugas ini mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan pekerjaan rumah. Karena metode pemberian tugas adalah pemberian tugas dari guru kepada anak-anak untuk diselesaikan dan dipertanggungjawabkan. Siswa dapat menyelesaikan di sekolah, diperpustakaan, di laboratorium, di rumah atau di tempat-tempat lain yang kiranya dapat menunjang terleselesaikannya tugas yang dibebankan kepadanya.

Sehubungan dengan penerapan metode konvensional dalam pembelajaran sejarah, dalam penelitian ini dapat diringkaskan bahwa pada awal pembelajaran, guru sejarah menceramahkan sub-pokok bahasan Perang Dunia. Setelah selesai menceramahkan sub-pokok bahasan tersebut guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan konsep-konsep pada sub-pokok bahasan yang sudah dikomunikasikan yang belum dipahami. Saat penggunaan metode tanya jawab ini, pertanyaan hanya datang dari pihak siswa saja dan guru memberikan respon berupa jawaban dari pertanyaan yang diajukan oleh siswa yang bersangkutan. Setelah selesai proses tanya jawab, selanjutnya guru memberikan tugas untuk dikerjakan di sekolah dan di rumah sehubungan dengan sub-pokok bahasan tersebut. Dalam metode pemberian tugas ini dituntut aktivitas siswa secara individu saat mengerjakan tugas di sekolah dan aktivitas siswa secara kelompok saat mengerjakan tugas dirumah.

Dalam penelitian ini, model pembelajaran konvensional dikenakan pada siswa kelompok kontrol.