Prinsip Penyusunan Kurikulum Satuan Pendidikan

  1. Berpusat pada murid
    •  Pembelajaran harus memenuhi keragaman potensi, kebutuhan perkembangan dan tahapan belajar, serta kepentingan Murid.
  2. Kontekstual
    • Menunjukkan diversikasi, berdasarkan pada karakteristik satuan pendidikan, konteks daerah (sosial budaya dan lingkungan), serta dunia kerja (khusus SMK).
  3. Essensial 
    • Memuat semua unsur informasi penting/utama yang dibutuhkan dan digunakan di satuan pendidikan. Bahasa yang digunakan lugas, ringkas, dan mudah dipahami.
  4. Akuntabel
    • Dapat dipertanggungjawabkan karena berbasis data dan aktual. 
  5. Melibatkan berbagai pemangku kepentingan
    • Pengembangan kurikulum satuan pendidikan melibatkan komite satuan pendidikan dan berbagai pemangku kepentingan antara lain orang tua, organisasi, berbagai sentra, serta dunia kerja untuk SMK dan SLB/SMALB, di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama sesuai dengan kewenangannya.

Berikut adalah penjelasan rinci dari prinsip-prinsip utama dalam penyusunan dan pengembangan Kurikulum Satuan Pendidikan (KSP), yang menjadi dasar dalam mewujudkan pembelajaran yang berkualitas, relevan, dan berdaya guna di semua jenjang satuan pendidikan:


1. Berpusat pada Murid

Kurikulum harus dirancang dengan fokus utama pada peserta didik sebagai subjek utama dalam proses belajar. Ini berarti pembelajaran harus:

  • Memenuhi keragaman potensi tiap murid, baik akademik, sosial, emosional, maupun keterampilan lainnya.

  • Mempertimbangkan tahapan perkembangan usia serta kesiapan belajar murid secara psikologis dan kognitif.

  • Mengakomodasi kebutuhan individual, termasuk kebutuhan khusus, gaya belajar, minat, dan latar belakang murid.

  • Mendorong pembelajaran aktif dan mandiri, sehingga murid tidak hanya menjadi penerima informasi, tetapi juga aktor utama dalam membangun pengetahuannya sendiri.

Kurikulum yang berpusat pada murid akan menciptakan pembelajaran yang lebih inklusif, personal, dan bermakna.


2. Kontekstual

Prinsip ini menekankan bahwa kurikulum tidak boleh disusun secara generik, tetapi harus berakar pada konteks nyata di mana sekolah dan murid berada. Ini meliputi:

  • Karakteristik satuan pendidikan, seperti status negeri/swasta, jenjang pendidikan, dan kondisi sumber daya yang dimiliki.

  • Konteks sosial dan budaya daerah, seperti tradisi lokal, nilai-nilai adat, dan kearifan lokal yang bisa diintegrasikan dalam pembelajaran.

  • Kondisi geografis dan lingkungan fisik, termasuk pemanfaatan potensi lokal seperti pertanian, maritim, pariwisata, dsb.

  • Kebutuhan dan tuntutan dunia kerja untuk SMK dan satuan pendidikan vokasional, agar kurikulum relevan dengan kebutuhan industri.

Dengan mengangkat konteks lokal, pembelajaran menjadi lebih relevan, realistis, dan aplikatif, serta membangun identitas dan kebanggaan peserta didik terhadap daerahnya.


3. Esensial

Kurikulum harus menyajikan informasi yang padat, tepat, dan bernilai tinggi, dengan karakteristik:

  • Memuat unsur-unsur utama dan penting yang benar-benar dibutuhkan oleh guru dan sekolah dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran.

  • Menghindari informasi yang bersifat terlalu teknis, berulang, atau tidak aplikatif.

  • Disampaikan dengan bahasa yang lugas, ringkas, dan mudah dipahami, baik oleh tenaga pendidik maupun masyarakat umum yang ingin memahami arah pendidikan di sekolah tersebut.

Esensialitas ini memastikan kurikulum menjadi dokumen yang fungsional, mudah digunakan, dan tidak membingungkan.


4. Akuntabel

Agar dapat dipertanggungjawabkan secara profesional dan publik, kurikulum harus disusun berdasarkan:

  • Data yang aktual dan relevan, seperti hasil evaluasi pembelajaran, asesmen kompetensi, data demografis, dan hasil refleksi guru.

  • Proses penyusunan yang transparan, dapat ditelusuri, dan mengikuti prosedur yang benar.

  • Evaluasi berkala, untuk menyesuaikan isi kurikulum dengan perkembangan kebutuhan dan tantangan yang muncul di masa mendatang.

Akuntabilitas ini penting agar kurikulum bukan hanya rencana di atas kertas, tetapi menjadi dokumen yang dapat diukur, dievaluasi, dan dikembangkan secara terus-menerus.


5. Melibatkan Berbagai Pemangku Kepentingan

Pengembangan kurikulum bukanlah tugas individu, tetapi proses kolaboratif yang harus melibatkan:

  • Komite satuan pendidikan, sebagai representasi masyarakat dan orang tua yang memiliki aspirasi terhadap kualitas pendidikan anak-anak mereka.

  • Orang tua murid, sebagai mitra utama dalam mendukung pembelajaran anak di rumah.

  • Organisasi dan komunitas lokal, seperti lembaga adat, yayasan pendidikan, dan organisasi sosial yang dapat memperkuat nilai-nilai dan budaya lokal.

  • Dunia kerja dan industri, terutama untuk SMK dan satuan pendidikan kejuruan lainnya, agar kurikulum sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan pasar kerja.

  • Sentra pelayanan untuk SLB/SMALB, yang berperan dalam mendukung kebutuhan khusus peserta didik berkebutuhan khusus.

  • Dinas pendidikan atau kantor kementerian agama, yang memberikan koordinasi, bimbingan teknis, dan supervisi agar pengembangan kurikulum tetap berada dalam koridor kebijakan nasional dan standar mutu pendidikan.

Pelibatan semua pihak ini akan memastikan bahwa kurikulum benar-benar inklusif, berakar dari aspirasi lokal, dan didukung oleh semua elemen masyarakat, sehingga lebih kuat dalam implementasi dan berkelanjutan dalam dampaknya.


Kesimpulan

Kelima prinsip tersebut saling berkaitan dan membentuk fondasi utama dari Kurikulum Satuan Pendidikan yang adaptif, bermakna, dan berdaya guna. Kurikulum yang:

  • Berpusat pada murid

  • Berbasis konteks nyata

  • Esensial dan jelas

  • Akuntabel

  • Dikembangkan secara kolaboratif

akan menjadi alat strategis dalam menciptakan pendidikan yang lebih berkualitas, inklusif, dan relevan dengan tantangan zaman, sekaligus mencerminkan semangat merdeka belajar.

Post a Comment

0 Comments