Dalam diskusi yang berlangsung pada 13 Februari 2025 di grup WhatsApp Punguan Raja Sitanggang Nasional, para anggota membahas mengenai siapa yang berhak menandatangani prasasti pada Tugu Raja Sitanggang yang sedang dalam proses pembangunan. Beberapa anggota menyampaikan pandangan mereka mengenai pentingnya menjaga kebersamaan dan persatuan dalam komunitas.
Salah satu anggota, Ir. Bernard Sitanggang, yang bertindak sebagai pelaksana teknis pembangunan tugu, menyatakan bahwa namanya tidak perlu dicantumkan pada prasasti. Menurutnya, pembangunan tugu dilakukan dengan hati yang ikhlas, tanpa mengharapkan penghormatan secara pribadi. Pernyataan ini mendapat respons positif dari anggota lainnya.
Dalam pertemuan daring (Zoom Meeting) yang dilakukan sebelumnya pada 24 Januari 2025 oleh Purasitabor Indonesia, telah diusulkan bahwa prasasti cukup ditandatangani oleh Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal DPP Purasitabor Indonesia. Usul serupa juga disampaikan oleh Purasitabor Jabodetabek, dengan menyarankan agar hanya Ketua Umum yang menandatangani prasasti.
Diskusi berlanjut dengan berbagai tanggapan dari anggota lainnya. St. Nurdin Sitanggang menyatakan bahwa ia tidak perlu mencantumkan namanya pada prasasti, bukan karena tidak mendukung peresmian, tetapi demi menjaga kebersamaan di antara keturunan Raja Sitanggang. Hal ini disetujui oleh beberapa anggota yang menilai bahwa langkah tersebut dapat menghindari potensi perpecahan dalam komunitas.
Parlinggoman Sitanggang menyampaikan pesan dengan ungkapan adat yang menekankan pentingnya kebijaksanaan dalam mengambil keputusan. Ia mengajak anggota komunitas untuk berdiskusi dengan penuh rasa hormat dan menjaga kebersamaan.
Ariden Sitanggang dan beberapa anggota lainnya menyatakan setuju dengan usulan tersebut. Beberapa anggota juga menyampaikan opini mereka mengenai etika dalam penandatanganan prasasti, dengan menyebutkan bahwa secara aturan tidak ada larangan lebih dari satu orang menandatangani prasasti. Namun, demi menjaga persatuan, disarankan agar cukup dua orang yang menandatangani, yakni Ketua Umum dan pejabat setempat.
Dalam diskusi yang terus berlanjut, Ir. Jonni Sitanggang dari Medan mengingatkan bahwa pembangunan tugu ini merupakan hasil kontribusi bersama seluruh komunitas. Oleh karena itu, yang terpenting adalah semangat persatuan yang telah membawa pembangunan tugu hingga tahap ini.
Beberapa anggota mengusulkan agar hanya satu orang, yaitu Ketua Umum, yang menandatangani prasasti. Namun, ada pula usulan agar dibuat dua prasasti, satu untuk peresmian pembangunan yang ditandatangani oleh Ketua Umum, dan satu lagi sebagai ikrar parsadaan yang mewakili seluruh keturunan Sitanggang.
Dalam akhir diskusi, G. Sitanggang Silo Parapat menyampaikan bahwa yang paling penting adalah menjaga persatuan dan menghindari perbedaan pendapat yang dapat memecah belah komunitas. Ia menekankan bahwa keberadaan tugu ini adalah simbol persatuan yang harus dihormati oleh seluruh anggota Punguan Raja Sitanggang.
Dengan beragam pandangan yang disampaikan, diskusi ini menunjukkan betapa pentingnya keterbukaan dalam mengambil keputusan yang berdampak bagi seluruh anggota komunitas. Harapannya, pembangunan tugu ini akan semakin mempererat persatuan dan kebersamaan di antara keturunan Raja Sitanggang.
0 Comments
Terimakasih