Friday, December 1, 2017

PELUANG

1. Kaidah Pencacahan

Kaidah pencacahan adalah suatu ilmu yang berkaitan dengan menentukan banyaknya cara suatu percobaan dapat terjadi. Menentukan banyakya cara suatu percobaan dapat terjadi dilakukan dengan: aturan penjumlahan, aturan perkalian.

a. Aturan Penjumlahan
Jika ada sebanyak a benda pada himpunan pertama dan ada sebanyak b benda pada himpuan kedua, dan kedua himpuan itu tidak beririsan, maka jumlah total anggota di kedua himpuan adalah a + b.

Contoh : 1
Jika seseorang akan membeli sebuah sepeda motor di sebuah dealer. Di dealer itu tersedia 5 jenis Honda, 3 jenis Yamaha, dan 2 jenis Suzuki. Dengan demikian orang tersebut mempunyai pilihan sebanyak 5 + 3 + 2 = 10 jenis sepeda motor.

Contoh : 2
Ibu Alya seorang guru SMK. Ia mengajar kelas XII Akuntansi yang jumlahnya 40 siswa, kelas XII penjualan yang jumlahnya 42 siswa, kelas XII bisnis, yang kumlahnya 45 siswa, maka jumlah siswa yang diajar Ibu Alya adalah 40 + 42 + 45 = 127 siswa.

b. Aturan Perkalian
Pada aturan perkalian ini dapat diperinci menjadi dua, namun keduanya saling melengkapi dan memperjelas. Kedua kaidah itu adalah menyebutkab kejadian satu persatu dan aturan pemngisian tempat yang tersedia.

1) Menyebutkan kejadian satu persatu
Contoh : 1
Sebuah dadu dan sebuah uang logam dilempar secara bersamaan. Berapa hasil yang berlainan dapat terjadi ?
Penyelesaian :
Dengan diagram pohon diperoleh:
Hasil yang mungkin : G1, G2, G3,G4, G5, G6, A1, A2, A3, A4, A5, A6
Catatan : G1 artinya uang menunjukkan gambar dan dadu menunjukkan angka 1. Dengan demikian banyaknya cara hasil yang berkaitan dapat terjadi adalah 12 cara.
2) Aturan pengisian tempat yang tersedia
Menentukan banyaknya cara suatu percobaan selalu dapat diselesaikan dengan meyebutkan kejadian satu persatu. Akan tetapi, akan mengalami kesulitan kejadiannya cukup banyak. Hal ini akan lebih cepat jika diselesaikan dengan menggunakan aturan pengisian tempat yang tersedia atau dengan mengalikan.

Contoh 1:
Alya mempunyai 5 baju dan 3 celana. Berapa cara Alya dapat memakai baju dan celana?
Peyelesaian :
Misalkan kelima baju itu B1, B2, B3, B4, B5 dan ketiga celana itu C1, C2, C3. Hasil yang mungkin terjadi adalah….
C1B1  C1B2  C1B3  C1B4  C1B5
C2B1  C2B2  C2B3  C2B4  C2B5
C3B1 C3B2  C3B3  C3B4  C3B5
Jadi banyaknya cara Alya dapat memakai baju da celana = 15 cara
Langkah diatas dapat diselesaikan dengan:
Baju Celana
Jadi, ada 5 x 3 cara = 15 cara

Contoh 2:
Salma mempunyai 5 baju, 3 celana, 2 sepatu dan 4 topi. Tentukan berapa cara Salma dapat memakainya?
Baju       Celana       Sepatu        Topi
5 cara    3 cara        2 cara           4 cara
Jadi, ada 5 x 3 x 2 x 4 cara = 120 cara.
Secara umum dapat dirumuskan:
Bila tempat pertama dapat diisi n1 cara, tempat kedua dengan n2 cara,…, tempat k dapat diisi nk cara, maka banyakya cara mengisi k tempat yang tersedia adalah: n1x n2x…x nk cara
.
Contoh 3:
Dari angka-angka 0, 1, 2, 3, 4, 5 dan 6, berapa banyaknya bilangan yang terdiri dari 4 angka yang dapat disusun?
a) tanpa pengulangan
b) boleh berulang
Penyelesaian :
a) Tanpa pengulangan
Empat angka berarti ribuan, sehingga diperlukan empat tempat
Ribuan     Ratusan       Puluhan        Satuan
                                                    
Angka nol (0) tidak mungkin menempati urutan pertama sehingga yang mungkin angka
 1, 2, 3, 4, 5, 6 atau 6 cara dan tanpa pengulangan maka :

Ribuan          Ratusan              Puluhan             Satuan
                                                                     
Jadi banyaknya bilangan yang dapat disusun adalah:
     6        x         6            x            5          x           4     = 720 bilangan

b) Pengulangan
Angka nol tidak mungkin menempati urutan pertama sehingga ada 6 cara, untuk urutan kedua dan seterusnya masing-masing tujuh cara sebab semua angka memungkinkan karena berulang maka diperoleh:
Ribuan            Ratusan              Puluhan                 Satuan
    6                     7                          7                            7
Jadi banyaknya bilangan yang dapat disusun adalah:
6 x 7 x 7 x 7 = 2058 bilangan

Contoh 4:
Tentukan banyaknya bilangan ganjil yang terdiri tiga angka yang disusun dari angka-angka 1, 2, 3, 4 dan 5.
a) Angka tidak berulang
b) Angka boleh berulang
Penyelesaian:
a) Angka tidak berulang
Ratusan        Puluhan           Satuan
    4                  3                      3
Bilangan yang disusun adalah bilangan ganjil, maka kotak satuan dapat diisi dengan angka 1, 3, dan 5 (3 cara)

Ada syarat angka tidak berulang, maka kotak ratusan bisa diisi dengan 4 cara (karena sudah diambil satu angka), dan kotak puluhan dapat diisi dengan 3 cara.
Jadi banyaknya bilangan = 4 x 3 x 3 bilangan  = 36 bilangan

b) Angka boleh berulang
Ratusan                        Puluhan                      Satuan
    5                                   5                                  3
Karena yang disusun bilangan ganjil, maka kotak satuan diisi dengan 3 cara
Angka boleh berulang, maka kotak ratusan dapat diisi angka 1, 2, 3, 4 dan 5 (5 cara) dan kotak puluhan juga 5 cara.
Jadi banyaknya bilangan = 5 x 5 x 3 bilangan
= 75 bilangan

2. Permutasi
Permutasi dari sejumlah objek adalah susunan objek dalam urutan berhingga

a. Notasi Faktorial
Untuk masing-masing bilangan bulat positif n,
n! = 𝑛∙(𝑛−1)∙(𝑛−2)∙ ∙ ∙3∙2∙1
Demikian juga, 0! = 1.

b. Notasi nPr
Untuk semua bilangan positif n dan r, dengan 𝑟≤𝑛, banyaknya permutasi dari n objek yang diambil r objek pada satu waktu adalah
nPr = 𝑛!/(𝑛−𝑟)!

Contoh soal
Berapa banyaknya permutasi dari pengambilan 5 kartu pada 52 kartu?
Penyelesaian:
Banyaknya permutasi dari 52 kartu yang diambil 5 pada suatu waktu adalah 52P5, atau 
52!/(52−5)!.
52!/(52 − 5)! 52 ∙ 51 ∙ 50 ∙ 49 ∙ 48 ∙ 47 ∙ 46 ⋯ 3 ∙ 2 ∙ 1/47 ∙ 46 ⋯ 3 ∙ 2 ∙ 1
= 52 ∙ 51 ∙ 50 ∙ 49 ∙ 48 ∙ 47 = 311.875.200
Ada 311.875.200 permutasi dari pemilihan 5 kartu dari 52 kartu

c. Permutasi dengan Pengulangan
Untuk semua bilangan positif n dan r dengan 𝑟 ≤ 𝑛, banyaknya permutasi
yang berbeda dari n objek, r diantaranya sama, adalah

Secara umum, jika ada r1 objek jenis pertama, r2 objek jenis kedua, dan
seterusnya, ada
𝑛!/𝑟1!𝑟2! ⋯  permutasi dari n objek yang berbeda


1.        Kombinasi
Kombinasi adalah pemilihan objek tanpa memperhatikan urutannya
Notasi nCr
Untuk semua bilangan positif n dan r, dengan 𝑟𝑛, banyaknya permutasi dari n objek yang diambil r objek pada satu waktu adalah
bersambng..........


Wednesday, July 26, 2017

PENDIDIKAN KARAKTER

Jakarta, Kemendikbud – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyampaikan, Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) merupakan poros utama perbaikan pendidikan nasional yang berkaitan erat dengan berbagai program prioritas pemerintah. Ia mengatakan, lima nilai utama karakter yang menjadi prioritas pada PPK, berkaitan erat dengan berbagai program prioritas Kemendikbud di bidang pendidikan dan kebudayaan. Lima nilai utama itu adalah Religius, Nasionalis, Mandiri, Integritas, dan Gotong Royong.

"Program Penguatan Pendidikan Karakter diharapkan menjadi ruh dari pendidikan nasional. Nilai utama karakter PPK tidak hanya menyasar para siswa, tetapi juga pada pendidik, dan orang tua sebagai pendidik utama dan pertama," ujar Mendikbud di kantor Kemendikbud, Jakarta, Rabu (7/12/2016). 

Salah satu rencana penguatan peran guru dan kepala sekolah yang saat ini disiapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) adalah mendorong revitalisasi peran dan fungsi kepala sekolah sebagai manajer, dan guru sebagai inspirator PPK. Diharapkan, pembelajaran berbasis penguatan karakter yang terintegrasi di sekolah dan di luar sekolah melalui PPK, dapat menghadirkan generasi muda yang berdaya saing dan memiliki karakter positif.  

Di kesempatan yang berbeda, Wakil Dewan Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Itje Chodidjah mengatakan, Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang saat ini digalakkan oleh pemerintah melalui Kemendikbud adalah milik seluruh komponen bangsa sebagai upaya menguatkan kualitas generasi muda Indonesia. Keluarga, masyarakat, dan sekolah sebagai tripusat pendidikan memiliki peranan penting dalam program PPK. 

"Melalui budaya yang dikembangkan di sekolah, PPK dapat dilakukan melalui pembiasaan-pembiasaan perilaku positif. Kepala sekolah dan guru sebagai motornya secara otomatis menjadi teladan," kata Itje di Jakarta, Jumat, (9/12/2016).

Menurutnya, dalam proses pembelajaran, PPK dapat langsung diintegrasikan melalui tema maupun mata pelajaran. Pengelolaan kelas oleh guru dan metode belajar yang dipilih juga merupakan ajang penguatan karakter peserta didik. 

"Karakter adalah garamnya pendidikan. Karakter memberi rasa dalam berbagai cara kita mendidik dan bahan yang kita gunakan untuk mendidik melalui mata pelajaran,"
ujar Itje.

Ia menambahkan, dalam metode kolaboratif, misalnya, berbagai karakter dapat dikembangkan. Komite sekolah dan masyarakat adalah mitra sekolah dalam menggiatkan PPK. 

"Misalnya sekolah dapat bekerja sama dengan pusat-pusat budaya, museum, atau warga sekitar masyarakat yang memiliki keunggulan untuk menjadi bagian dari PPK. Dengan demikian kearifan lokal dapat dikembangkan. PPK akhirnya harus menjadi landasan bagi tripusat pendidikan dalam mengembangkan generasi muda Indonesia," ucapnya. 

Saat ini sudah ada 542 sekolah pada jenjang pendidikan dasar yang siap menerapkan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Sekolah-sekolah itu akan menjadi sekolah piloting dalam implementasi PPK. Beberapa di antaranya adalah SMPN 1 Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali; SMPK 3 Penabur, Jakarta Pusat; SMPN 2 Semarang, Kota Semarang, Jawa Tengah; SMP Islam Al Azhar BSD, Tangerang Selatan, Banten; dan SMPN 19 Manokwari, Kabupaten Manokwari, Papua Barat. (Anandes Langguana/Desliana Maulipaksi)

Sumber : BKLM

Penulis : Desliana Maulipaksi









Pendidikan Karakter

EKSPONEN (Bilangan Berpangkat)

1. Pengertian Eksponen
Secara gamblang, eksponen adalah perkalian berulang. Banyaknya perkalian yang dilakukan ditulis di atas bilangan pokok dengan ukuran angka kecil. Misal:
4 x 4 x 4. Maka ditulis  43 dengan 4 sebagai bilangan pokok, dan 3 sebagai bilangan pangkat (banyaknya perkalian).
2. Tokoh dan Sejarah Eksponen
Bilangan berpangkat sangatlah membantu kita dalam mempersingkat bilangan yang relatif besar atau kecil sekali. semisal 0,00000099 ditulis dalam bilangan berbangkat menjadi 9,9 x 107. Adapun orang yang pertama kali menemukan bilangan berpangkat atau eksponen adalah John Napier (1550-1617). John Napier merupakan seorang bangsawan dari merchiston, skotlandia. Dia juga merupakan penemu bilangan logaritma, yang memang ada hubungannya dengan bilangan eksponen. Napier menyadari bahwa setiap bilangan bisa diubah dalam bentuk eksponen maupun logaritma, agar bilangan tersebut bisa dirubah dalam bentuk yang lebih sederhana.
3. Terapan Eksponen
Di beberapa cabang ilmu pengetahuan, Bilangan eksponen tentu sangatlah membantu dalam perhitungan sebuah rumus atau perbadingan. Misal dalam pelajaran ekonomi (Perhitungan bunga majemuk) Apabila suku bunga yang dibayarkan sebanyak 1 kali dalam setahun,  maka dapat dihitung dengan rumus: Mn=M(1+i)n . Kemudian dalam pelajaran Biologi, Fungsi ini digunakan untuk mengukur pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan perusahaan yang dimulai dari awal waktu hingga batas waktu tertentu. Dalam menghitung Pertumbuhan Biologis dapat dirumuskan: N=No(R)t . Masih banyak tentunya penerapan konsep logaritma pada cabang ilmu pengetahuan lainnya, sehingga wajar saja saat Matematika dijadikan dasar dari berbagai cabang ilmu pengetahuan.
4. Rangkuman Eksponen
    A. Aturan perpangkatan
Seperti yang telah dijelaskan, eksponen memiliki aturan/sifat-sifat tersendiri dalam segi penulisan dan perhitungan bilangan berpangkat. Berikut aturan-aturan yang berlaku dalam eksponen:
1. ap.aq=ap+q
Jika sebuah bilangan pangkat yang memiliki bilangan pokok yang sama, maka kedua bilangan pangkatnya bisa dijumlahkan.
2. apaq=apq
Jika pada sebuah pembagian/pecahan bilangan berpangkat yang memiliki bilangan pokok yang sama, maka bilangan pangkat pembilang dijumlahkan/dikurangi bilangan pangkat penyebutnya
3.(ap)q=ap.q
Jika bilangan pangkat dipangkatkan, maka kedua pangkatnya dikalikan.
4. (a.b)p=ap.bp
pada perkalian yang dipangkatkan, maka kedua bilangan pokok diberi pangkat yang sama.
5. (ab)p=(apbp)
Begitujuga pada pembagian/pecahan, maka pembilang dan penyebutnya diberikan pangkat yang sama.
6. a0=1,a≢0
Pada aturan perpangkatan, berapapun bilangan pokok pada sebuah bilangan berpangkat, jika dipangkatkan nol (0) maka hasilnya (1). dengan pengecualian bilangan pokok tidak boleh nol (0)
7. ap=1ap,a≢0
Jika sebuah bilangan memiliki pangkat negatif, maka berlaku sifat invers. Pangkat negatif berubah menjadi positif dalam kondisi sebagai penyebut.
   B. Bentuk Akar
Bentuk akar pada dasarnya adalah bentuk lain dari bilangan berpangkat, misalkan 9 = 3. Karena 9 adalah perkalian berulang dari 3 (3x3). Contoh lain 83 = 2. Berbeda dengan akar sebelumnya, 83 memiliki akar pangkat yakni 3. Sehingga kita harus mencari angka yang jika dikalikan berulang sebanyak 3 kali. maka hasilnya 8. Maka jawaban untuk 83 adalah 2, karena 8 adalah hasil perkalian berulang dari 2 (2x2x2). Untuk lebih jelas, berikut akan dijelaskan bagaimana bentuk akar bisa dirubah kedalam bentuk pangkat.
1. amn = anm
Misalkan diketahui 534 akan dirubah dalam bentuk pangkat, maka bentuknya menjadi 534.
2. a.b = a.b
Misalkan diketahui 32 maka bentuk lainnnya menjadi 16.2 lalu di rubah menjadi 16.2atau bisa juga menjadi 42, karena 16 adalah 4.
3. (ab) = ab
Misalkan diketahui (165) maka bentuk lainnya menjadi 165 atau bisa juga menjadi 45karena 16 adalah 4.
5. Games Exponen
   1. Otter Rush
   2. Alien Power

sumber : http://mathlogy.blogspot.co.id/2014/07/eksponen-bilangan-berpangkat.html


SEJARAH BILANGAN EKSPONEN



Pada dasarnya bilangan  pangkat bukanlah suatu sistem bilangan atau jenis bilangan melainkan suatu konsep atau metode penulisan suatu bilangan. Kita tidak menyebut bilangan berpangkat sebagai sistem bilangan seperti bilangan Bulat, bilangan Cacah, bilangan Rasional, bilangan Real dan sebagainya, karena pada dasarnya memang berbeda. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menemui perkalian suatu bilangan dengan faktor-faktor yang sama.
2 x 2 x 2 ...
4 x 4 x 4 ...
15 x 15 x 15 ...
22x 22 x 22 ...
Perkalian bilangan-bilangan dengan faktor-faktor yang sama seperti di atas disebut sebagai perkalian berulang. Setiap perkalian berulang dapat dituliskan secara ringkas dengan menggunakan notasi bilangan berpangkat.

Pengertian Eksponen
Eksponen adalah perkalian berulang. Banyaknya perkalian yang dilakukan ditulis di atas bilangan pokok dengan ukuran angka kecil. Misal : 2 x 2 x 2. Maka ditulis 23 . Dengan 2 sebagai bilangan pokok, dan 3 sebagai bilangan pangkat (banyaknya perkalian).

Tokoh dan Sejarah Bilangan Eksponen
1. John Napier 

Pada tahun 1616 John Napier menemukan : Bilangan desimal. Contoh : 6,5 Dibaca enam koma lima dan Logaritma Contoh : 2= 8 Sama dengan 2log 8=3. Bilangan berpangkat sangat membantu kita dalam mempersingkat bilangan yang relatif besar atau kecil. Contoh 0,00000099 ditulis dalam bilangan berpangkat menjadi 9,9  10-7

Adapun orang yang pertama kali menemukan bilangan berpangkat atau eksponen adalah John Napier (1550-1617). John Napier merupakan seorang bangsawan dari Merchiston, Skotlandia. John Napier juga merupakan penemu bilangan logaritma, yang memang ada hubungannya dengan bilangan eksponen. John Napier menyadari bahwa setiap bilangan bisa di ubah dalam bentuk eksponen maupun logaritma, agar bilangan tersebut bisa diubah dalam bentuk yang lebih sederhana.

John Napier juga adalah seorang matematikawan, fisikawan, ahli astronomi, dan astrologi. Peninggalannya yang terkenal dalam bidang matematika di antaranya adalah Napier’s bones atau rabdologia. Rabdologia berasal dari bahasa Yunani rhabdos artinya batang  dan logia artinya belajar. Rabdologia adalah alat hitung semacam abakus yang digunakan untuk melakukan hitungan perkalian dan pembagian dengan menggunakan konsep dasar menjumlahkan untuk perkalian dan pengurangan untuk pembagian Napier’s bones terdiri dari sebuah papan dengan pinggiran dan satu set batang dengan tulisan angka-angka di dalamnya. Papan dan batang biasanya dibuat dari bahan kayu, metal atau kardus tebal.

Satu set Napier’s bones (Rabdologia) dan contoh daftar perkalian 7.
Walaupun demikian, tanpa menggunakan rabdologia semacam itu kita tetap bisa menggunakan konsep hitungan Napier’s bones untuk melakukan hitungan perkalian atau pembagian. Berikut ini adalah contoh menghitung perkalian dengan memanfaatkan konsep hitungan pada rabdologia.
Contoh : 15 X 13 = . . .
Untuk menyelesaikan perkalian dua digit, terlebih dahulu gambarlah empat buah kotak untuk mewakili digit-digit yang dikalikan itu sebagai berikut :
Langkah 1
Gambarkan empat buah kotak dengan masing-masing kotak dibagi dua menjadi dua bagian dengan sebuah garis diagonal. Karena kita akan mengalikan 15 dengan 13, maka :



Langkah 2
Kalikan masing-masing digit angka itu, dan tulis hasilnya di dalam kotak yang sesuai. Perhatikan cara meletakkan hasil kali angka-angka itu. Satu kotak dibagi dua bagian dengan sebuah garis diagonal, bagian atas diagonal diisi dengan digit puluhan, dan bagian bawah diagonal diisi dengan digit satuan. Jadi, jika hasil kalinya berupa angka satu digit maka ditulis 0 di bagian atas diagonal, dan satu digit (satuan) itu disimpan di bagian bawah diagonal
1 x 1 = 1 (ditulis 01 dalam kotak baris 1, kolom 1)
5 x 1 = 5 (ditulis 05 dalam kotak baris 1, kolom 2)
5 x 1 = 5 (ditulis 05 dalam kotak baris 1, kolom 2)
1 x 3 = 3 (ditulis 03 dalam kotak baris 2, kolom 3)
5 x 3 = 15 (ditulis 15 dalam kotak baris 2, kolom 2)

Langkah 3
Setelah semua kotak terisi penuh, saatnya menjumlahkan masing-masing angka itu sesuai posisi garis diagonalnya. Kita akan menjumlahkan mulai dari pojok bawah sebelah kanan.
5 (untuk digit satuan)
3 + 1 + 5 = 9 (untuk digit puluhan)
0 + 1 + 0 = 1 (untuk digit ratusan)

Hasil perkalian itu ditulis di bagian bawah dan samping kiri kotak. Berturut-turut, dari pojok bawah kanan ke arah kiri adalah digit satuan dan digit puluhan, dan di samping kiri bawah adalah digit ratusan. Tidak ada digit ribuan  Tidak ada digit ribuan, karena angka di pojok kiri atasnya 0.
Jadi, hasil dari 15 x 13 = 195
 2. Rene Deskrates
Cara penulisan perkalian berulang dengan menggunakan notasi bilangan berpangkat atau notasi eksponen pertama kali dikenalkan oleh salah satu ahli matematika berkebangsaan prancis Rene Deskrates (1596–1650). Pada abad 16, matematikawan Italia menggunakan istilah lato (artinya “sisi”) yang terkadang diartikan dengan akar karena sisi tersebut tidak diketahui panjangnya. Istilah ini kemudian diambil untuk menghitung panjang sisi dari suatu bujur sangkar dan bilangan kuadrat disebut dengan lato cubico. 

Bombelli menggunakan terminologi dengan menggunakan simbol R., artinya radix, namun mirip dengan simbol universal yang biasa digunakan dokter dalam menulis resep. Oleh karena itu, Bombelli kemudian menggantinya dengan simbol R.q. (radice quarata), sehingga akar kuadrat untuk 2 ditulis dengan notasi R.q.2 dan akar kubik untuk 2 ditulis dengan notasi R.c. 2 (radice cubica). Simbol-simbol di atas mulai digunakan Bombelli dalam buku karyanya yang terkenal L’Algebra.

Menulis notasi akar dengan R.q. atau R.c. ternyata merepotkan dan tidak praktis sehingga dibuat dengan menuliskan dalam bentuk r (huruf r kecil). Apa yang terjadi kemudian? Penulisan notasi dengan r ini jika ditulis oleh tangan (bukan mesin ketik)  terlebih tulisan orang tersebut jelak, maka yang muncul adalah bentuk yang tidak lazim. Lama kelamaan huruf r kecil yang beragam ini diberi bentuk baku yaitu bentuk seperti yang kita kenal sekarang ini yaitu √. Sebelum orang menggunakan x² sebagai simbol xx, x³ sebagai simbol untuk xxx dan seterusnya, dahulu orang merasa kesulitan untuk menuliskan suatu persamaan dengan derajat yang lebih dari satu. Pada saat itu, simbol-simbol x, y, z dan seterusnya sudah digunakan untuk menyatakan bilangan yang belum diketahui nilainya. Namun, ketika mereka dihadapkan pada bilangan-bilangan yang berpangkat tinggi misalnya n, sangat tidak praktis apabila dituliskan dalam bentuk perkalian x sebanyak n kali. Dengan demikian, diperlukan simbol yang sederhana untuk bilangan-bilangan tersebut. Pada abad ke-17 matematikawan Perancis, Rene Descartes menjadi orang pertama kali menggunakan a, b dan c untuk menyatakan bilangan yang telah diketahui nilainya. Pada saat itu, Descartes mulai menggunakan symbol x² untuk xx dan sebagainya. Sejak saat itu persamaan aljabar dapat dituliskan dalam bentuk yang sudah modern.


3.  Mishael Stifel



Eksponen berasal dari dua suku kata dari bahasa lain “Expo” dan “Ponere“. Expo berarti berasal atau dari dan Ponere tempat dia sendiri. Penggunaan kata eksponen dalam matematika modern tercatat pertama kali dalam buku “Arithemetica Integral” yang ditulis oleh seorang ahli matematika asal inggris bernama Michael Stifel. Namun demikian saat itu istilah eksponen hanya digunakan untuk bilangan dasar 2. Jadi istilah eksponen 3 berarti 2yang bernilai 8.

Kemunculan awal eksponen memang belum jelas pastinya. Meskipun tidak 100% benar banyak yang menyebutkan sistem pangkat atau eksponen ini sudah ada sejak jaman Babilonia. Pada abad 23 sebelum Masehi Masyarakat Babel di sekitar wilayah Mesopotamia telah mengenal kuadrat dalam sistem penanggalan mereka.

Konsep eksponen di zaman modern agak berbeda dari konsep Stifel atau dari masyarakat Babel. Eksponen sekarang digunakan untuk menentukan berapa kali bilangan tersebut dikalikan dengan ia sendiri. Dengan adanya eksponen anda tidak perlu lagi menuliskan 3 x 3 x 3 x 3 x 3 x 3 x 3 x 3 x 3 x 3 x, anda cukup menulis 310.


Dikirim oleh: Siti Rohimah
Sr_sitirohimah31@yahoo.com

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (2014). Sejarah Penemuan Eksponen. [online]. Tersedia:http://rumushitung.com/2014/08/13/sejarah-penemuan-eksponen/ [1 Juni 2016].
Anonim, (2016). Eksponen. [online]. Tersedia: https://id.wikipedia.org/wiki/Eksponen  [1 Juni 2016]
sumber: http://linkmath.blogspot.co.id/2016/06/sejarah-bilangan-eksponen.html